Thursday, January 19, 2006

fate will lead you back



Fate has lead me back to Jogja! I should've posted this few days ago. Tapi masih harus ngumpulin akal dan emosi buat nulisnya. Agak2 susah buat ceritain ini, but I think I should write this down though.


Kisahnya diawali hari Kamis lalu, tatkala gw dan temen2 lg kerjain tabulasi data penelitian di Gamping.
Dengan beralaskan tikar dan beratapkan genteng, kerjaan berlangsung seru hingga akhirnya pintu rumah digedor-gedor tetangga yang kasih kabar kalo Pak Mujiman [bapak semang kami] jatuh tak sadarkan diri waktu layatan di kampung sebelah, dan udah dibawa ke RS PK-tuuut-. Sepenjuru rumah langsung heboh! Gw bangunin temen gw yang lagi terkapar molor di kamar. Berangkatlah kami berdua ke RS. Dia dengan celana pendek, kaus tidur dan muka kucel, sementara gw tampil ganteng mempesona dengan muka segar dan aura terpancar. Kan gw gak lagi bobok siang.

Oke, petualangan berlanjut menempuh hutan dan belantara, sampai di RSnya Jl Ahmad Dahlan, dan ternyata Bapak belum nyampe! Wah! Kami coba hubungi RS Ludi-tuuut- Husa-tuuut, eh ada! Begitu nyampe sana, kami buru-buru ke UGD. Eh, dokternya kakak kelas gw. [Penting ya?]. Dia mendiagnosis Bapak dengan penurunan kesadaran, hemiparese dextra dan afasia motorik [apapun itu tadi] karena stroke hemoragik. Tapi karena mereka gak punya CT Scan, which is sangat penting buat tentuin diagnosis dan terapi, dirujuklah Bapak ke RS lain. Secara RS Pan-tuuut- Rap-tuuut lagi penuh, keluarga putusin ke RS Be-tuuut-da. Oke, cabut!

Udah sampe di Be-tuut-da, beresin semuanya dan Bapak udah masuk Bangsal, Kesempatan! Pulang dulu, mandi-mandi dulu di my tiny-yet-homey kontrakan di Jalan Magelang…
Gw pulang dan segera menjerang air buat mandi, secara my worn out body needs a little relaxing. Secara di rumah sendirian, gw berkeliaran dalam rumah hanya dengan pakaian dalam, sambil siapin barang2 yang bakal dibawa balik ke Gamping.

Balik ke Gamping, dan harus urusin segala sesuatunya sendiri, secara keluarga Bapak repot di RS mulu. Stupidly, i was not at all worried about him, secara i've seen many stroke patients in worse conditions yet they survived.

Dua hari berlalu seperti biasa, sampe akhirnya Minggu jam 2:30 pagi, ringtone gw menyentakkan gw dari tidur di depan computer.
“Shak, barusan Mbak Titik telpon, Bapak baru aja meninggal.”
Jedher! How could this happened this fast? Belum juga 2 minggu kami kenal Bapak, and we haven’t had much time talking.

Besok paginya kami layat, trus sorenya ikut pemakaman.
Pemakamannya rame banget, [pamong desa gitu lhow]. Pake upacara pemakaman bersama sepasukan hansip berseragam hijau.
Dan udah jadi adat di Jawa kalo selama seminggu setelah meninggalnya seseorang, diadain tahlilan di rumahnya. Trus, karena keluarga Bapak pada pulang, gak muatlah kamar-kamar di rumah menampung semuanya.
Secara kami adalah anak-anak yang tahu diri [kecuali untuk urusan makan], kami berinisiatif minta ijin ke dosen pembimbing buat nginep di Jogja aja seminggu ini, biar kamar kami bisa dipake keluarga. Abis diijinin pak dosen, kami pamitan ama Ibu. Dengan berat hati dia ijinin kami balik.

Ada enaknya juga sih, bisa balik ke rumah, menggauli computer, gak perlu antre mandi, dan dekat peradaban abad 21.
But I guess things won’t be the same again, secara rumah Gamping bakal sepi banget tanpa Bapak. Yeah, let’s just pray things will be alright. Masih 3 minggu lagi kami harus di sana.
Buat Bapak Mujiman. Terima kasih buat semuanya Pak, you’ve been really helpful. Fate has lead you back to where you belong.

No comments: