Wednesday, November 22, 2006

awas guguran daun!


Tidak bisa dipungkiri bahwa jika otak para dokter baru ditampilkan dalam bentuk surat kabar, kebanyakan akan memuat pertanyaan ‘Quo Vadis, Jeng?’ atau ‘Gw Mau Kerja Apa?’ sebagai headline. Kami bingung.

Di tengah kebingungan gw, temen gw si binan jalang malah tawarin cariin pekerjaan lain yang gak ada dokter-dokternya: vokalis band kafe. Hmm.. Saya akan menyukainya, tapi gagasan untuk tidur dini hari beberapa kali seminggu mungkin akan berat direalisasikan.

Alternatif kedua muncul setelah gw diminta nyanyi di kawin perak ortu temen gw: jadi wedding singer. Karena tidak merasa cukup mirip dengan Adam Sandler, dan lebih memilih menyanyi dangdut daripada Ave Maria, kita sisihkan dulu alternatif ini.

Alternatif ketiga, yang pernah muncul di benak gw dan beberapa temen tapi urung karena butuh banyak modal, adalah bikin kopisyop. Mungkin beberapa tahun lagi baru kewujud. Itu juga kalo kami gak berubah pikiran. Yang jelas gw udah punya beberapa ide konsep kopisyop kami.
1. Colors Coffee. Konsepnya simple, gw bakal cat tembok kafe gw putih, dengan tirai-tirai, sofa, meja, dan segala sesuatunya putih. Modal gw cuma beberapa lampu sorot dan plastic transparan warna-warni yang dipasang bergantian tiap hari. Senin gw pasang plastic merah dan seluruh ruangan menjadi merah. Selasa, orange. Berikutnya hijau dan seterusnya hingga Senin lagi. Bakal ada special drink dan compliment yang berbeda tiap harinya, sesuai warna hari itu. Misalnya hari Senin ada strawberry-rum smoothie, juga keripik kentang pedas dan saos tomat.

2. Ouch Couch! Secara di Jakarta udah ada the Bedroom di mana pelanggan makan di atas tempat tidur, gw punya konsep untuk mengajak pelanggan ke living room. Di kafe ini gak bakal ada kursi, cuma bilik-bilik berisi sofa, meja, majalah, music player and headphone [TV bikin berisik] dan benda-benda living room lainnya. Kalo perlu gw taruh goldfish bowl juga. For those looking for privacy, ada bilik VIP dengan sekat yang lebih tertutup. I’m thinking of placing a CCTV in the VIP chamber. Bukan untuk keamanan, tapi kalo pelanggan gw berbuat yang tidak-tidak di bilik ini, tinggal gw jual ajah videonya. Keuntungan ganda. O-i-a, satu diary di setiap bilik bakal berguna buat para pelanggan ungkapin uneg-unegnya. Just make yourself at your own living room.

3. The Fallen Leaves. Konsep ini membawa pelanggan ke suasana musim gugur, dengan warna-warna interior sepia, fuschia, dan ia-ia lainnya. Supaya makin musim gugur, sesuai judulnya gw bakal taruh guguran daun [I’m talking of real fallen leaves] di lantai kafe. Yang gw perlu hanya memperkerjakan seseorang atau berkoordinasi dengan seorang penyapu jalan untuk mendapatkan daunnya. Daun-daun ini tentu bakal diganti berkala. Tadinya gw berpikiran untuk membuat konsep Falling Leaves, tapi secara teknis susah karena belum ada alat untuk meniupkan guguran daun dari langit-langit. Lagipula, gw tidak mau mengganggu pelanggan dengan teriakan ‘Awas guguran daun! Lindungi makanan kalian!’ sebelum menggugurkan daun.

just had a face-off


Mari kita sama-sama mengutuk Meg Cabot, Sophie Kinsella dan pengarang Chicklit lainnya. Ternyata buku-buku mereka berhasil mem-bule-kan kepala gw. It’s not that I had my hair dyed blonde or brunette, but in sort of things such literatures affect the way I think, and the way I choose to live. Satu lagi, kepala saya jadi seperti bule: gampang nyeri.

Common addictions in westerns are: sex, cigarettes, drugs, alcohol, coffee, and aspirins. ‘Get me an aspirin’ sering muncul dalam teks novel maupun dialog film. Bahkan mereka minum 3 butir sekaligus layaknya saya makan vitamin C IPI. Yang menyebalkan, belakangan gw jadi sering nyeri kepala, dan harus berakrab-akrab dengan aspirin, paracetamol, atau asam mefenamat. Biar makin jos, gw hadiahi kepala gw dengan satu gelas kopi ekstra, yang memang clinically-proven inducing vasoconstriction thus relieving migraine.

Okay. Ternyata tidak hanya berhenti di kepala, saya merasa hidup saya sekarang berubah menjadi salah satu karakter Chicklit. Secara fisik memang sejak dulu saya bisa menjadi inspirasi novelists dalam menciptakan karakter pria sempurna [dududu]. Sekarang, kenyataan bahwa saya punya pen*s tidak menghindarkan saya dari nasib buruk metro-women in the books, disaster loves me!

Udah beberapa minggu ini gw bantuin panitia pelatihan perawat anak dan dokter keluarga. Job description gw cukup lengkap: moderator, laptop-operator, dan tor-tor lainnya though I’m not turning into a predator. Or a velociraptor.

Bencana pertama datang justru di hari pertama gw bantuin pelatihan perawat, di mana di suatu siang gw harus melakukan tugas-tugas ini sendiri. Dari sekian banyak dokter anak, kenapa juga harus dr. Setya Wandita yang berbicara di hari pertama? Padahal nasib gw selalu sial saat berurusan dengannya. Dan kenapa juga dia harus bicara di sesi terakhir, di mana kekuatan gw hanya tinggal sisa-sisa? Gw ngantuk. Dan kantuk gw kali ini termasuk jenis kantuk yang kejam, yang hanya bisa hilang jika gw ditampar oleh seorang atlet Smackdown, atau Shanty datang dengan baju mini membawakan segelas kopi dingin. Karena tidak ada The Rock atau Shanty di sekitar gw, gw ketiduran. Saya, yang duduk sendirian di depan, menghadap hadirin, jatuh tertidur meskipun dr. Setya berulangkali meng-ehem-ehem gw. I messed up. Untunglah hari-hari selanjutnya hingga hari terakhir gw tidak melakukan sesuatu yang bodoh lagi. Tidak, sampai akhirnya gw bantuin pelatihan dokter keluarga.

Bencana kedua datang saat gw ga sendiri. Semua berawal saat Prof. Coco perlu flashdisk buat pindahin file dari laptopnya ke laptop theatre. Dengan murah hati I took mine out from the bag, and handed it to copy to file. What I didn’t remember was the content of my disk. Saat flashdisk gw ditampilin di LCD-projector, barulah gw ingat bahwa isi flashdisk gw termasuk file-file .mp3, foto-foto wisuda yang tersebar begitu saja tanpa folder, juga gambar-gambar yang seharusnya tidak berada dalam flashdisk seorang dokter berusia 23 tahun. Gw hampir jatuh dari kursi karena malu saat tiba-tiba operator yang entah-idiot-entah-sengaja-ngerjain-gw tiba-tiba membuka folder shak icon yang isinya file-file JPEG shak-o-meter!!! Seperti habis menjalani face-off, gw kehilangan muka. Untung dr. Oho menyelamatkan gw dengan, ‘Dimulai saja acaranya’. G pun memulai acaranya dan mengalihkan perhatian peserta dari layar.

Okay, ada tiga hal untuk dilakukan. Satu, mengatur ulang isi flashdisk dalam folder-folder. Dua, berjanji untuk tidak lagi bermurah hati meminjamkan flashdisk, terutama jika akan ditampilkan di proyektor. Tiga, menyembelih si operator, mencincangnya dan mengolahnya menjadi saus spaghetti.

Dear Mr. President




I noticed that lately radios are likely to play Pink, Dear Mr. President. Bahkan di Prambors jadi track of the week. Padahal ini lagu kan so-last-quarter dan harusnya udah rajin diputer berbulan-bulan lalu di awal peluncuran album I’m Not Dead, mengingat potensinya sebagai hit.

Apa ini karena kedatangan Oom Bush? Hmm.. Dulu Linkin Park datang, semua muterin Linkin Park. Mariah Carey datang, semua latah muterin. Wah, si Oom udah kaya seleb…
Well, tidak penting. Sementara radio rajin memutar Dear Mr. President, gw rajin ngebego-begoin mereka yang menolak kedatangan Bush. Not being offensive, tapi lu orang pada mau demo, mau bajaj, gak ngaruh. Bush datang, dan sudah pergi lagi.
Dan sekarang saya cuma bisa bersyukur bahwa semua baik-baik saja.

Monday, November 13, 2006

Yeiye

Yeah! Terima kasih kepada Anak Nongkrong yang sudah memilih Nidji sebagai Most Favorite Band, Group or Duo, juga Most Fav New Artist. Juga AgMon sebagai Most Fav Female dan Naif sebagai The Best Performance in a Video.
Yang sangat saya sesalkan adalah adanya Irwansyah dan Trio Macan dalam daftar pemenang. Nominator lain pasti ngamuk-ngamuk. Irwansyah, mengalahkan seorang Iwan Fals? Ya Tuhan, Anak Nongkrong perlu dicuci otak.

F****** Me [the F word is now Forgive]


Saya kira kita beruntung hidup di dunia di mana terdapat tombol Backspace, Delete juga perintah Undo-Redo. Juga keajaiban kecil bernama Re-type Fluid.


Terlepas dari kenyataan bahwa gw ga rayain Lebaran, gw selalu nunggu hari raya ini secara inilah saatnya gw bisa minta maaf ke semua orang tanpa dipandang aneh. Ada banyak ungkapan yang susah diungkapkan di dunia, seperti ‘I love you’ [percayalah, memang susah mengatakannya], ‘She is dead’, ‘I pooped in my pants’, dan tentunya ‘I am sorry’. Ditambah lagi, kultur di Indonesia yang entah bagaimana mekanismenya membuat ungkapan ini susah terucap. Ini kenapa setiap Lebaran gw manfaatin baik-baik buat minta maaf, bahkan ama temen/keluarga gw yang gak rayain Lebaran.

Yes, forgiving and apologizing is not easy to do. Bahkan sepertinya semua orang harus mengambil Mata Kuliah Apologizing I-II dan Forgiving I-II. But I do believe in the power of forgiveness. Gw baru aja nonton Oprah’s tentang seorang bapak yang mengampuni drag racer yang menabrak istri dan anaknya hingga mati. Meskipun tidak serta-merta membebaskan si pembunuh dari penjara, dia ringankan hukuman si pembunuh. It was when forgiveness did its job and changed the murderer’s life. Dia mulai berubah dan sekarang, as the killed-woman did, dia aktif bantuin orang sekitarnya.

Contoh lain adalah gw, tatkala nyokap dan bokap has just found out dari salah satu anak-asuh mereka, that I’ve been [with certain reason and only few people know] smoking for months. Thankfully, apology and forgiveness worked on the right place and time, sebelum gw kecanduan dan bakal susah berhenti. I stupidly left my just-used ashtray beside Simon the Computer and Mas Kelik found it. Crime was commited, confession was made, and there was forgiveness, working its power to reconcile the terribly-shocked-and heavily-crying-parents and their prodigal son. And it also changed me: I quit dan dengan murah hati menyerahkan sisa rokok kepada Mamak Tius. Beberapa jam kemudian pertobatan ini saya sesali karena datang sms dari bokap 'Aku sih gak papa, tapi kok kelik bisa tau?' Wakakaks, bokap yang aneh... But still, I have decided to quit dan sampai sekarang tidak lagi menyentuh rokok.

Anyway, somehow, saat ini saya berdoa bahwa pengampunan, dengan kekuatan maksimalnya, akan membuat seseorang memaafkan saya yang sudah begitu bodoh selama berbulan-bulan. Please. Please. Please...


Monday, November 06, 2006

Hal-hal yang harus dikerjakan begitu nyampe Jogja


Hal-hal yang harus dikerjakan begitu nyampe Jogja:

1. Ke tempat Mas Iyan, pahlawan sejuta umat dalam urusan rambut dan wajah, untuk memperhalus rambut gw yang udah mulai seperti Indiana Jones, bertualang ke mana-mana meskipun dikeramas tiap hari bahkan dengan conditioner. Ini sudah dilakukan beberapa jam begitu nyampe Jogja.

2. Temu kangen [aih aih, bahasa gw….] ama mereka yang mengangeniku dan dikangeniku. Sudah dilakukan beberapa jam setelah nyampe Jogja.

3. Makan Nasi Padang dengan banyak sayur, secara selama 18 hari di Karawang cuma 4 kali gw makan Nasi Padang padahal menurut gw Nasi Padang baik untuk lidah, dan kesehatan meskipun menimpangkan neraca keuangan. Sudah dilakukan beberapa jam setelah nyampe Jogja.

4. Bersih-bersih rumah, secara rumah gw emang dust-prone dan adek gw tanpa perasaan meninggalkan rumah tak terurus selama hampir tiga minggu. Terpaksa gw menyingsingkan lengan baju dan membersihkan semuanya dari ruang tamu, ruang tengah, kamar gw, dapur dan kamar mandi, kecuali kamar adek gw, sebagai pelajaran baginya karena secara tidak langsung memperkerjakan saudara kandungnya sendiri sebagai Pekerja Rumah Tangga.

5. Mencuci baju! Gw yang murah hati ini merasa iba terhadap si ibu binatu kalo harus mencucikan sekoper baju kotor gw. Jadi gw putuskan buat mencuci separuhnya sendiri, dan gw bagi dalam 3 tahap. Sebagai appetizer, gw cuci belasan kancut dan kaos kaki. Ini sudah dilakukan beberapa jam setelah nyampe Jogja. Berikutnya, menu utama adalah beberapa kemeja dan kaos. ini sudah dilakukan sehari setelah nyampe Jogja. Dan sebagai dessert, ada dua jas dokter yang menunggu untuk dicuci. Ini belum dilakukan.

6. Minta bantuan Si Dul a.k.a Dulcolax the Sembelit-Reliever. Gw sinyalir ada beberapa penyebab susahnya gw poop. Pertama, siang sebelum balik Jogja gw makan Sensasi Delight Ber-4 di Pizza Hut, padahal kami cuma bertiga dan baru aja sarapan. Secara gw satu-satunya pria, mereka memaksa gw menyapu bersih sisa pizza dan garlic bread. Juga Nasi Sapi Jamur yang memang gw pilih dan menurut mereka lebih seperti bubur bakcang daripada risotto. You ruthless ladies, gw jadi harus menderita di bawah pemerintahan Pontius Pilatus… Sampe malam perut gw masih terasa penuh bagaikan sapi glonggongan. Penyebab kedua adalah duduk selama 12 jam lebih di bus, dengan musculus spincter ani gw yang selalu tertutup. Hasilnya, gw nyampe di Jogja dengan perut penuh-minta-dikosongkan-tapi-tak-bisa. Terpaksa, Si Dul dikerahkan untuk menggelosorkan semuanya. Ini sudah dilakukan beberapa jam setelah nyampe Jogja, dan saat ini perut saya sudah lega.

7. Karaoke! Meskipun sudah menyempatkan diri bernyanyi 3 lagu di Starbox Mal Karawang, dan membuat mbak-mbak Starbox menatap gw dengan pandangan ini-masnya-nyanyi-sendirian-di-box-buat-empat-orang-tapi-suaranya-oke, I demand for more! Rencana untuk berkaraoke bersama harus segera dilakukan dan direalisasikan. Ini sudah terlaksana dua hari setelah nyampe Jogja.

8. Ke gym, kolam renang atau apapun, secara di Karawang gak ada tempat kebugaran yang terjangkau dari klinik, dan yang jelas: mana sempat? Tapi sepertinya gw harus menahan diri beberapa hari lagi secara waktu gw pulang bukan cuma temen-temen yang sambut gw, tapi juga pekerjaan, dan gw harus ke kampus pagi-pagi tiap hari. Uuhh..

Saya sewot




Gw mengaku sewot. How can I not be? Delapan belas hari meninggalkan Jogja, pas gw pulang dua pertanyaan yang menduduki peringkat atas dalam FAQs orang-orang yang menyambut kedatangan gw adalah ‘Oleh-olehnya mana?’ dan ‘Dapet duit berapa?’ Guys, please. Tidakkah terlintas how-are-you atau how-has-it-been dalam pikiran kalian?

Well, it actually doesn’t bother me at all, secara bisa balik ke Jogja idup-idup aja gw udah syukur… Beberapa hari sebelum balik, banyak banget berita-berita kecelakaan. Bahkan tempat kejadian njungkelnya kereta api Jakarta-Bandung di Karawang ituh cuma 5 kiloan dari klinik tempat gw jaga. Untung gw gak terima korbannya…

Gw tambah ketar-ketir secara temen-temen gw ajakin pulang naik bus Patas ekonomi. Katanya, biar duit yang harusnya buat beli tiket travel bisa buat beli oleh-oleh. Ya sudahlah, gw pasrah. Belakangan baru gw dapati bahwa bus ekonominya memang benar-benar ekonomis. Selain ngegelar kursi tambahan di koridor, mereka juga naikin motor [baca: motor Honda Astrea Supra sebenarnya, bukan hanya replika] di deket pintu belakang. Yang paling parah: gak ada AC. Bus belum jalan juga gw udah keringetan. Gw cuma bisa mulai berdoa, ‘Tuhan, aku pengen nyampe Jogja idup-idup, aman dan tetap tampan supaya tetap bisa bekerja sebagai model. Amin’

Bus mulai jalan. Baru juga 2 jam perjalanan, bagian belakang kanan bus menyenggol bagian kiri depan sebuah mobil pengantar paket. Perlu diketahui, saya duduk di kursi pojok kanan belakang, Saudara-saudara! Kenyamanan tidur gw akibat 8 mg CTM pun terusik dengan suara ‘gubrak’ dan perjalanan harus dihentikan sekitar 15 menit supaya para sopir bisa bersilat lidah. Gw tetep, tidur lagi. Untungnya kejadian ini bawa berkah: supir jadi melek dan tetep waspada selama mengendalikan bus supaya baik jalannya.

Akhirnya, nyampe juga di Jogja. Mendapati rumah gw berantakan secara adek gw tanpa tanggung jawab mudik gak balik-balik, gw bebenah rumah dulu. Abis mandi baru ketemuan ama temen-temen biar mereka bisa melepas rindu ama gw. Dan sebaliknya, tentu saja. Acara ‘Kater Reunites’ harus dihentikan sebentar karena gw harus ke salon dan menjalani rangkaian proses keramas-pengeringan-penyetrikaan-pengaplikasian krim pelurus-keramas air panas-pengaplikasian krim penetral-keramas-pengeringan-pengaplikasian vitamin supaya rambut gw kembali halus lurus mulus tampak terurus. Dengan rambut yang lebih indah daripada satu setengah jam sebelumnya, reuni dilanjutkan lagi.

Malemnya, jalan ama Seseorang dengan huruf S besar, dan dapet tas di It’s A Store Galeria, yang bikin gw ngerasa it-was-made-for-me pertama kali gw ngeliatnya. Perjalanan keliling Jogja bikin gw nyadar bahwa buat ukuran malem minggu, Jogja sangat sepi! Padahal lagi jor-joran konser artis ibukota. Jumat malem ada Samsons di Mandala Krida. Sabtu malam ada Shaggydog, Kapten dan J-Rocks di Kridosono, Audy di TJ’s dan Kerispatih di Bogey’s. Tapi ngeliat daftar artis-artis yang baru gw tulis tadi, gw maklum aja kalo Jogja sepi, secara dari semua artis yang pengen gw tonton cuma Shaggydog ama J-Rocks. Lainnya? Gak deh, makasih.

Yah, demikianlah. Pada akhirnya Sang Pangeran Tampan hidup bahagia [kalo bisa] selama-lamanya di Jogja, dengan teman-teman yang setia, rambut yang lebih indah, dan Seseorang dengan huruf S besar.

Friday, November 03, 2006

Berbekal 20 ribu, berniat taklukkan Jakarta


Berbekal 20 ribu, berniat taklukkan Jakarta. Itu yang ada di pikiran 130.000 pendatang baru di Jakarta. Rame-rame naek truk, dengan bekal seadanya, tanpa relasi, tanpa tempat tinggal. Niat mereka cuma 1: cari kerja, secara menurut mereka cari kerjaan di Jakarta lebih gampang daripada di kampung. Lebih gengsi pula. Mereka rela tidur di terminal, makan seadanya sambil menunggu proyek, entah apa yang ada di pikiran mereka tentang proyek.

Konon dari artikel yang dibaca kakak kelas gw di Kompas, buat beli kopi seharga 1500 aja mereka urung. Kemahalan, katanya. Duh, padahal gw sering abisin 10 kali lipatnya buat secangkir kopi juga. ...

Oke, ngomong-ngomong mereka ngingetin gw ama seseorang: Gw. berbekal seadanya [yang jelas lebih dari 20 rebu], dengan 1 koper dan 1 postman-bag gw berangkat ke Karawang. Gw gak punya bayangan bakal kaya apa Karawang, secara gw belum pernah ke Karawang sebelumnya. Juga tanpa gambaran bakal ngapain aja gw di sana.

Yang bedain gw ama mereka adalah gw lebih beruntung, secara gw punya tempat tinggal yang jelas: Klinik Anggadita, meskipun seringnya harus tidur berjejal 4-5 orang sekamar. di klinik ini juga gw baru tau kalo jadwal jaga di Karawang mengharuskan gw pindah klinik tiap 1-3 hari sekali, dengan jarak antar klinik bisa nyampe 1,5 jam dengan angkot. Gw jadi merasa seperti Dora, keliling kota dengan bekal Peta! Peta! Untung gw ga bawa monyet juga.

Gw juga harus bawa postman-bag gw ke mana-mana, ditambah satu tas plastik Athlete's Foot, secara mustahil buat gw untuk keliling kota bawa koper yang segede Gaban itu. Hasilnya nyata: gw tampak seperti gelandangan berparas tampan. Oke, hal pertama yang harus gw kerjain kalo mau ke Karawang adalah beli travel bag yang seenggaknya muat bawaan buat 3-4 hari.

Well, meskipun in sort of cases gw ga jauh beda ama mereka, i'm way much luckier and i should be grateful for this. Di hari kedua di Karawang gw udah langsung mulai kerja, dan dalam beberapa hari gw udah bisa kumpulin duit 7 digit, which is merupakan rekor baru buat gw. Bakalan salah banget kalo kerjaan gw gak bener di sini. Oke, teman-teman, doakan saya!!!

Tolong saya


Selamatkan saya! Mendingan gw diminta meluruskan rambut Giring, menegakkan menara Pisa, atau memutihkan kulit Naomi Campbell, daripada harus...bermain catur.

Gw ga pernah ngerti di mana serunya maen catur, secara buat gw maen catur 30 menit sama boseninnya ama nonton bola tanpa gol, trus perpanjangan waktu dan adu penalti. Maen catur gak ada body contactnya kecuali berakhir remis dan pemenang ditentukan dengan adu jotos. Maen catur juga ga bakal hujan skor kaya basket.

Satu lagi yang bikin gw ogah maen catur adalah karena menurut gw rakyat kerajaan catur bego-bego. Raja cuma bisa ngelangkah satu kotak. Benteng, menteri, Ratu bahkan kuda aja bisa ngelangkah lebih jauh. Gw heran kenapa mereka mau milih dia sebagai Raja. Rakyat yang bodoh...

Tapi secara aa' yang jaga klinik memang kurang kerjaan, dia ajak-ajakin gw main catur. Ya sutralah, daripada gaji gw dipotong. Secara ketertarikan gw pada permainan catur sama dengan ketertarikan gw pada Radja dan Ungu [yang berarti gw tidak tertarik sama sekali], dengan mudah gw takluk 3-0. Gw diselamatkan oleh pasien yang datang minta diperiksa. Syukurlah...

Pas gw bilang kalo udah bertahun-tahun gak main catur, si Aa' cuam komentar 'Oh, pantes..'
Munyung! Udah buang-buang waktu gw, malah merendahkan gw. Cih!! Tapi gakpapa, itung-itung nyenengin orang. Jadi selain cakep, modis, ngartis dan berbudi luhur, gw juga kalahan kalo maen catur jadi bisa nyenengin lawan maen gw. Hmm... Paket pria idaman yang lengkap.