Monday, March 27, 2006

anniversary


Happy Anniversary! Been blogging for a year and two weeks, dan tentunya sudah banyak bagian dari my story-book life yang tertuang di Simpleshak. Have posted 99 posts, jadi rata-rata gw post satu kali dalam 3,68 hari, atau dalam seminggu gw post 1,9 kali. Untuk merayakan hari jadi Simpleshak, gw berencana untuk bikin the printed version of the blog. Kalo ada waktu dan tentunya, duit. Tunggu aja.

Anestesi Banyumas: the Review


Seminggu mengembara di Banyumas demi menuntut ilmu, banyak hal yang harus gw korbankan. Berporsi-porsi kopi, lusinan lembar face paper karena masker operasi bikin muka gw tambah mudah berminyak, dan jam tidur yang berkurang. Tapi gw berhasil berhemat untuk online dan menyewa buku, saking gak ada waktu buat ngenet dan baca buku. [Yah...satu buku Allison Pearson saja baru habis terbaca dalam 2 minggu]

Banyak juga hal yang gw pelajari. Ini beberapa di antaranya:
1. Selera musik perawat memang aneh. Tiap kali mas atau bapak perawat nyalain radio, pasti station yang dipilih yang menayangkan lagu dangdut, campur sari, atau semacamnya. Padahal kalo dokter yang muter, setidaknya lagu pop, meskipun kadang sebatas Radja, Peter Pan, dan Ungu yang males banget dengerinnya.
2. Berkomunikasi dengan seorang native speaker Banyumasan udah biasa buat gw. Tapi logat Banyumasan ditambah masker operasi akan menciptakan nuansa baru dan terdengar layaknya bahasa asing. Mungkin bahasa Thailand atau Vietnam.
3. Gw harus bekerjasama dengan dokter-dokter yang aneh. Ada dua dokter, yang satu berasal dari the Land of Gods, Bali, dan satunya berasal dari suku ‘Horas, bah!’. Gw sempet memergoki kedua dokter yang tidur sekamar ini saling memotret dengan henpon. Selain itu, si Bali memanggil si Batak dengan ‘Abang’, dan sebaliknya si Batak memanggil si Bali dengan “Bli’. Duh! Hubungan yang aneh tapi mesra. [atau mesra tapi aneh, ya?].
4. Berita besar yang sempat menggegerkan Karesidenan Banyumas adalah terjadinya wabah penyakit aneh. Suatu hari di Instalasi Bedah Sentral, 8 orang mengantri untuk menjalani ekstirpasi lipoma. Anehnya, mereka berasal dari satu RT. Dan katanya penyakit ini tengah mewabah. Hmm..aneh. Sewaktu gw konfirmasi ke temen gw yang sedang menjalani kepaniteraan di Bagian Bedah, dia bilang ‘Jangankan lipoma, minggu lalu di Banyumas satu RW terkena kanker, 20 orang lebih dioperasi!’ Waduh! Dosa apa yang mereka lakukan hingga terkena azab lipoma dan kanker? Mungkin kebanyakan makan kacang tanah. Lha semua-semua dikasih kacang, mulai dari soto sampe mie ayam…
5. Jadi dokter [dan koas] anestesi capek! Harus datang sebelum pasien datang buat siapin alat, trus mulai menganestesi pasiennya. Begitu pasien selesai dibedah, dokter yang mengoperasi langsung cabut, sementara kru anestesi harus ‘membangunkan’ pasien dan ngawasin sampe pasien siap dikembalikan ke bangsal. Kok mau-maunya mereka ambil program spesialis Anestesi ya?
6. Masker operasi ternyata punya berbagai kegunaan. Pertama, sebagai bagian dari mode. Konon di luar negeri telah dikembangkan masker operasi dalam berbagai gaya, beraneka warna dan corak. Jadi jangan kaget kalo dokter operatornya mengenakan masker polkadot orange. Kedua, masker operasi bisa menghindarkan terjadinya persengketaan layaknya di sinetron Multivision Plus. Gw sempet ngambeg berat saat salah satu dokter menyerobot giliran intubasi endotrakheal gw. Padahal, bagi koas, intubasi endotrakheal lebih berharga dari henpon baru… [gak segitu amat sih..]. Untung gw pake masker, jadi si dokter gak ngeliat bibir gw yang manyun dan siap mengeluarkan sumpah serapah. Untung gw anak baik, jadi misuh-misuhnya dalam hati saja. [tetep wae misuh]. Kalaupun sampe keceplosan, kan gak bakal terlalu kedengeran, ketutup masker ini… Terus lagi, pas giliran gw intubasi tapi gagal, dokter yang sama langsung mengambil alih dengan semena-mena. Dan ternyata… dia gagal juga. Kali ini masker berguna menutupi senyum licik gw yang bemuatan ‘Hehe-situ-gak-bisa-juga’. Kalo dokternya sampe ngeliat gw tertawa penuh kemenangan, bisa-bisa adegan baku mulut Ferry Juan dan keluarga Zarima terulang. Fungsi yang ketiga, menjaga hidung supaya aroma otot yang diestrum dengan kauter tidak terlalu menusuk. [meskipun kadang enak, seperti campuran roti dan daging gosong]. Fungsi berikutnya, tentu saja, melindungi pasien dari infeksi dokter, dan sebaliknya.


I’m glad, super-duper-glad, to announce that I've accomplished the whole four weeks. Phew..finally. Been expecting for so long.... I definitely deserve this 2 weeks of vacation


Beraroma Lime-Mint


Waktunya pulang! Setelah menyelesaikan mengemas barang dalam 10 menit, gw siap berangkat. Demam sudah menurun berkat semangkuk bakso, tapi masih kembung. Waduh! Musti cari akal nih… Diputuskan bahwa akan digunakan 2 jurus. Yang pertama: Antasida dengan nama paten Promag, tablet kunyah berwarna hijau dengan rasa mint. Jurus kedua, minuman berkarbonasi bening berasa lime, dengan nama dagang Sprite. Diharapkan, dengan kedua jurus ini gas di perut akan keluar dalam bentuk sendawa dan kentut dengan aroma lime-mint.

Benar saja! Belum 5 menit gw minum Sprite-nya, I burped many times, dan terkentut-kentut waktu nunggu bus… Gw beruntung. Kali ini langsung dapet tempat duduk, window seat, dan segera bersiap tidur. Sambil terus mengeluarkan gas lewat dua jalur tanpa diketahui penumpang sebelah…

Nyampe Kutoarjo jam 3:45. Ngaso-ngaso bentar, ngobrol ama bo-nyok. Bokap gw emang baik [dan kurang kerjaan], sehingga motor gw sudah dalam keadaan siap dikendarai setelah di check-up, tune-up, make-up dan blow-up [walah]. Ternyata rasa sayangnya pada Sakti, motor gw, lebih gede dari gw… Thanks, Pa! Segera berangkat ke Jogja, karena harus menghadiri tunangan sahabat gw jam 6.

Jam 6 kurang nyampe Jogja. Entah sudah berapa liter gas yang kukeluarkan dari perut, tapi masih tetap terasa penuh. Ya wis gakpapa, mulai mengaktifkan system kendali gas. Kan gak lucu kalo gw tiba-tiba kentut di acara tunangan.

Di tempat temen gw, gak bisa makan banyak-banyak karena perut penuh banget. Keuntungannya, nafsu makan gw jadi terkendali dan bentuk tubuh terjaga. Kerugiannya, setelah sepiring nasi komplit cuma bisa muat lasagna satu potong. Kuenyang…..
Pulang dari acara tunangan, anterin Cinderella yang harus pulang sebelum jam 9. Secara udah jam 10, the Fairy God Mother sudah menanti untuk membukakan pintu. Maap bu, Pangeran Tampan terlambat mengantarnya pulang…


Ke rumah, kembali melepaskan gas sepuas-puasnya trus tidur. Duh…jangan-jangan kedua saluran pembuangan sudah dedhel-dhuwel gara-gara kebanyakan dipake hari ini hehe….

Sunday, March 26, 2006

Banyumas: Daily Journal


Day1
Mengawali hari dengan upacara, trus bersiap menghadapi Musuh#2 a.k.a Bu Tuti yang sudah bersiap dengan setumpuk plastik transparansi yang akan ditampilkannya. Tapi Tuhan memang menyayangi orang-orang tampan. Berhubung jumlah koas yang datang Senin itu cuma 4 orang, Bu Tuti pun menarik kembali senjatanya, dan menyatakan gencatan senjata. Kami hanya menghabiskan 20 menit ngerumpi. Jauh lebih singkat dibanding pada kondisi biasa yang bisa mencapai 3,5 jam. Lanjut ke Instalasi Bedah Sentral, ngadep ke residen yang bentuk mukanya sekotak Spongebob, juga Koas-Anestesi’s-Enemy-#1: dr Rudy AS, SpAn…. Awal yang bagus, rupanya ketampananku berhasil memesona dr. ‘Robert-Syarief-look-alike’ Rudy, sehingga di hari pertama bukan bentakan yang kami terima, tapi bertubi-tubi senyum yang menampilkan gigi molar 1 kanan atasnya yang ompong. Begitu urusan operasi kelar, kembali kami menghadap Bu Tuti. Bukan Bu Tuti yang bawa setumpuk plastik transparansi. Bu Tuti yang ini sudah duduk manis menunggu kami di warungnya bersama setumpuk piring, sebakul nasi, bermacam-macam sayur dan lauk. Makan!! Huyeah… Hari pertama, mission accomplished.

Day2
Gw mulai punya kebiasaan baru: poop 3 kali tiap pagi.
Pertama, begitu bangun tidur. Cuma sedikit, namanya juga baru pemanasan.
Yang kedua, ½ jam setelah bangun, setelah minum segelas sereal atau makan sebutir apel. Biasanya lebih banyak dari yang pertama. Tapi belum tuntas.
Ketiga, abis sarapan di kantin segera cari toilet buat pembersihan akhir. Kali ini benar-benar tuntas tas tas…
Sukses menjinakkan dr Rudy, bahkan sempet melakukan intubasi endotrakheal bersamanya, BERHASIL!
Malamnya begadang nonton episode finale Survivor 3.

Day3
Kecintaan gw pada anestesi meningkat dari 10% di minggu sebelumnya menjadi 45%, secara gw mulai enjoy di Banyumas. Tapi tentunya angka ini masih jauh di bawah kecintaanku pada Ilmu Kedokteran JIwa yang mencapai 140%. Pengen segera pulang dan berkaraoke. Maklum, artis. Gak tahan kalo lama gak pegang mic.
Sempat tergelak saat menanyai salah satu pasien.
Dokter: Bu, punya sakit asma?
Pasien: Nggih, gadhah. Asma kula Misnem.
Wah, yang kaya gini kalo gak di Banyumas gak ada nih.

Day4
Pasien yang tidak berperikekoasan memperlakukan gw semena-mena dengan ngajakin operasi jam 6 pagi. Gila! Kurang kerjaan banget mbak? Jam segitu kan enaknya tidur-tiduran sambil denger radio, atau nongkrong di WC. Untunglah jam 8 operasi kelar, dan gw pun menyempatkan diri minum kopi di kantin sebelum operasi berikutnya, meskipun konsekuensinya gw harus mengganti baju operasi gw dengan baju orang awam, ke kantin, trus ganti baju operasi lagi waktu masuk… Gw ikhlas kok melakukan semua ini, demi minuman madat bernama kopi.
Makin terkesima mendengarkan radio-radio swasta di Purwokerto yang ternyata lucu juga, meskipun tampak bahwa stasiun-stasiun radio yang lain berusaha niruin abis Yashika FM.

Day 5
Baru juga bobok siang 15an menit, udah dipanggil buat operasi lagi. Sampe di Kamar Operasi, walah! Pasiennya belum datang… Pasiennya cakep, versi kusamnya Catherine Wilson, tapi manjanya setengah mati. Masa dilepas plestermya di lengan aja jejeritan gak keruan. Payah…Gw kan paling sebel sama wanita cantik tapi bloon. [karena gw Tampan Lagi Cerdas a.k.a TLC].
Novel Allison Pearson setebal 468 halaman berhasil diselesaikan. Ucapkan selamat!
O-i-a, minggu ini gw minum kopi gila-gilaan. Satu gelas di pagi hari, dan segelas lagi di malam hari, jadi 2! Alhasil, agak-agak mabuk kopi, Harus mulai detoksifikasi kafein. Ingatkan aku!

Day 6
Hari terakhir! Hari yang seharusnya ceria dan penuh sorak sorai itu ternyata membuatku menderita. Lha demam, kembung dan lemes terjadi bersamaan. Tapi bukan Mr. Knows-What-To-Do-On-Fever namanya kalo gak bisa mengatasi sakitnya. Semangkuk bakso dan guyuran sinar matahari berhasil menghangatkan gw sampe keringetan dan thermostat gw kembali normal. Persiapan pulang dilakukan, cabut!

Monday, March 20, 2006

Banyumas: Mission Impossible?


'Tugas Anda selanjutnya yang harus anda lakukan adalah berkendara 200 km ke arah Barat. Perjalanan yang panjang, asrama yang panas, intubasi tube endotrakheal dan kanulasi intravena adalah tantangan yang harus Anda hadapi selama seminggu di sana. O ya, jangan lupakan Musuh#1 yang dengan kebengisannya tega menendang Anda kembali ke sini, dan Musuh#2 dengan jurusnya yang dapat membuat Anda terlelap tanpa daya. Anda mengerti? Laksanakan!’

Bah! Mas Ari, Sekretaris bedebah Bagian Ilmu Anestesi dan Reanimasi, memberikan misi baru bagiku. Padahal jauh-jauh hari gw udah berdoa -tanpa puasa biar gak dikirim ke Banyumas di stase ini, tapi ternyata takdir mengharuskan gw kembali ke sana. Cuma berdua pula. Bah! Bah! Langsung terngiang hikayat koas-koas Anestesi yang konon harus bertahan selama 7 hari terhadap tempaan hujan badai dari mulut dr Rudy SpAn dan para perawatnya, bahkan beberapa ‘dengan berat hati’ harus dikirim kembali ke Jogja. [baca: dipulangkan]. Gw jadi bingung, mana yang harus gw lakukan sekarang, bertapa semedi di gua untuk membekali diri sebelum berangkat ke sana, atau melabuhkan sesajian di Pantai Selatan untuk membuang sial?

Persiapan pun dilakukan. Bagasi disiapkan: 6 kemeja, 6 kaus, 2 celana panjang, 1 celana ¾, 2 pasang sepatu, 2 pasang sandal, perlengkapan ketampanan, buku-buku anestesi yang gak penting-penting amat dan buku Allison Pearson ‘I Don’t Know How She Does It’ yang jauuuh lebih penting, serta tidak lupa 59 sachet kopi instant [heh?]. Perbekalan yang luar biasa banyak bagi kebanyakan orang, tapi tidak bagi model lokal sepertiku [halah!].

Hari H pun tiba. Sebelum berangkat, gw keliling Jogja sambil mengucapkan selamat tinggal terhadap hal-hal yang gak bakal gw temuin di Banyumas. Puas-puasin online, dan ketika tiba waktu berangkat gw pergi sambil menciumi CPU, monitor dan mbak operator Warnet Garage. Selamat tinggal…. Relakan pahlawanmu pergi ke medan peperangan.

Gw berangkat dari Kutoarjo, dengan peluk cium bo-nyok… Di pengkolan, gw cegat bus jurusan Purwokerto pertama yang lewat. Firasatku menyatakan adanya hal yang kurang beres… Benar! Bus yang tanmpak sepi dari luar ternyata sepenuh kaleng sarden di dalam. Kebanyakan penumpang adalah taruna-taruna dengan bentuk kepala lucu dan celana yang tampak terlalu sesak di bagian bokong. Duh! Pupus sudah harapan untuk mengisi perjalanan dengan tidur. Emangnya mau jadi Tarzan ketiduran, tidur sambil bergelayutan? Asa tercipta begitu mengetahui bahwa taruna-taruna penghabis kuota kursi ini bakal turun di Gombong. Tapi, begitu lewat Prembun, whe ladalah! Belasan taruna lagi naik ke bus! Waduh…. Makin sesak napas, makin ngantuk dan makin berkeringat… [tapi tetap tampan]

Akhirnya, pucuk dicinta Mariana Renata pun tiba, seorang penumpang turun dan secara ajaib seorang taruna menyuruhku duduk. Mungkin dia tidak tega menyaksikan seorang pemuda tampan calon supermodel kelas dunia harus bergelantungan bagai simpanse sambil menahan kantuk. Belum lima menit setelah duduk, gw sudah jatuh tertidur.

Begitu bangun….. Gyaaa! Udah lewat Buntu! Bakal segera turun nih, Bersiap, bersiap!!

Akhirnya sampai juga setelah mengorbankan 13000 rupiyah, 2 liter keringat dan 160.000 ATP [ngaco!]. Gw pun segera melepas lelah sambil melepas rindu dengan rekan-rekan koas di asrama. Jangan khawatir, kami gak sampai melepas baju kok. Seems like the battle had been won, but no! It only had begun… Gw harus menghitung hari sampai misi yang rasanya tak mungkin dilakukan ini berakhir.

Sunday, March 12, 2006

realita yang tidak realistis


Lagi-lagi demi menyelamatkan jiwa dari kebosenan di Bagian Anestesi, gw rencanain jalan ama temen-temen, buat meredakan gejolak nafsu ingin bermain yang sudah memuncak dan siap mbleber... Pikir-pikir... maen ke mana ya?

Inspirasi datang dari Harian Kedaulatan Rakyat yang gw baca sambil ngopi di Griya Gizi Srikandhi [baca:kantin]. Realita Cinta dan RocknRoll udah maen di Mataram! Langsung gw sms temen-temen tercela gw, ngajakin nonton.
Tak ada yang membalas... Sebal! Kenapa selalu begini saat libido berhura-huraku meninggi?
Akhirnya di saat-saat terakhir sebelum jam J, mereka menghubungi, meskipun hanya untuk menyampaikan kabar buruk bahwa mereka tidak bisa ikyut.... AAARGHH!

Akhirnya gw putusin buat nonton sendiri, secara gw emang udah beberapa kali nonton sendiri kalo lagi bete. Pria mempesona dan mandiri ini... Persiapan pun dilakukan... Cuci muka di kamar mandi RS biar gak kucel, beli Coke botol pet, dan berangkat. Tiba-tiba berderinglah henpon-ku, dan seorang teman menyatakan bisa ikyut nonton karena muridnya batalin les. Ya wis, jemput dia, berangkat!

Filmnya...hemmm, lumayan. Gambarnya yang agak gelap dan kabur bikin karakter sendiri. Gw acungin jempol buat Junot-Vino yang berhasil dapet chemistry-nya, meskipun somehow masih kurang dikiit. Tampang mereka juga agak maksa buat peranin anak SMU. Vino, as always, tampil dengan suara cempreng gak nguatin, meskipun badan-nya mengingatkan para cowok untuk segera ke gym dan berlatih. Nadine si Putri Kontroversi Indonesia berhasil dengan sukses memerankan Sandra dan bikin gw makin suka wanita bercelana pendek jins ketat....
Dari sekian banyak pemeran pembantu, yang paling pantas dapat kredit positif ya Barry Prima, siapa lagi? Secara Donna Harun, Frans Tumbuan dan figuran lain biasa-biasa aja maennya.

Biar gitu, banyak hal yang gw nilai kurang realistis dari film ini.
Misalnya: Sandra yang katanya terpaksa kerja di distro buat hidup, tampak terlalu 'terawat' untuk kondisi semacam itu.
Nugie gak ngenalin ayahnya yang udah berganti kelamin, padahal terakhir kali ketemu umur 6 taun. Masa iya anak 6 taun belum punya cukup memori tentang papa-nya, kan udah ada kamera...masa iya gak punya foto papa-nya. wong muka Barry Prima aja masih tetep keliatan Barry Prima bgt.
Pas Ipang 'kabur' dari rumah dan gak mau pulang, entah bagaimana, papa-nya yang seorang dosen dan digambarkan mengagungkan 'kehidupan baik-baik dan sekolah', tiba-tiba nongol di bar buat nemuin anaknya. Eh, kok ya gak ngajak pulang, kasih duit apa gimana...
Akting di beberapa adegan juga terasa kurang alami...

Best flick-nya: waktu Ipang terima titipan adeknya lewat Papa-nya dan isinya lembaran ribuan rupiah....

Yang jelas gw suka karena film ini berani keluar dari patron nilai-nilai normal di Indonesia. Suatu kontradiksi ditunjukkan oleh Ipang dan Nugi yang rela melakukan apa aja untuk berhenti sekolah demi maen band, sementara Sandra rela memacari seorang pria beristri supaya dibiayai kuliah. Di film inilah kata-kata 'anjing', 'bangsat', 'taik' dan 'ngehe', juga acungan jari tengah bertebaran di mana-mana, bahkan dari seorang Putri Indonesia.... Satu lagi, sosok banci Barry Prima tetep sangar dan garang [meskipun wagu], tapi bisa kasih image baru tentang banci, tidak seperti gambaran banci-banci di media Indonesia sebelumnya.

Okeh, kita tunggu aja lah peruntungannya di FFI taun ini. Yang jelas Upi Avianto berhasil bikin skrip yang beda banget sama skrip dia sebelumnya: 30 Hari Mencari Cinta, dan film-bikin-males- Lovely Luna.

O-i-a, masyarakat Indonesia makin gak penting deh. Setelah poster 9 Naga yang ditarik peredarannya gara-gara ngeliatin PUSER fauzi Baadila , poster film ini juga sempet diturunin karena Junot Dan Vino bertelanjang dada. Plis deh... Ngiri ya?

big yet stay humble


Jalanin stase di Anestesi emang bikin emosi. Daripada gw lampiasin emosi ke hal-hal yang enggak-enggak, mending ke yang iya-iya aja: workout di gym.

Sepulang dari kampus, gw ke rumah ganti baju trus langsung ke Deltoid-Concat. Beruntunglah gw, secara gw sampe sana pas jam-jam Jumat-an, jadi lumayan sepi gym-nya. Cuma 2 orang termasuk gw. Baru aja nimbang berat badan, masuklah segerombol anak SD, mungkin kelas 5 ato 6, dan langsung menginspeksi seluruh ruangan. Ngeliatin alat-alat, nontonin mas-mas yang lagi latihan, juga -dengan pandangan someday-i'll-grow-up-that-big- menatap poster Ade Rai dan beberapa bodybuilders lain di dinding.

Gw sih cuek aja, tetap melakukan beberapa reps of biceps curl. Eh, tau-tau si mas satunya yang lagi latiyan juga ngedeketin anak-anak trus ngajarin nge-set alat dan gimana ngangkatnya. Baek juga nih mas-nya. Padahal kayaknya badannya lebih 'gede' gitu dari gw [gak begitu merhatiin, emangnya gw hombreng...], tapi dengan senang hati si mas menuntun para pemula untuk berolahraga dengan baik dan benar. He's big yet stay humble. [humble terasi?] Dan anak-anak pun mulai benchpressing tanpa plates [cuma pake bar-nya aja], juga latihan-latihan ringan lain. Yang gak lagi ngangkat, ngeliatin dan kasih semangat buat temennya.
Gw ngeliat sambil ketawa dalam ati, secara anak-anaknya lucu banget.
Here are their few quotes during working out:
'Eh, aku pengen kaya kuwi. Tapi ra tekan...' [seorang anak ingin melakukan pull-up, tapi tangannya gak sampe ke tiang]
'Wah, sesuk nek wis gede terus kaya Ade Rai ya? Eh, swempak-e lucu!' [komentar bodoh saat menatap poster Ade Rai]
'Iki piye ki carane ngurangi bebane?'
Dan yang gw paling suka, 'Wis neng kene wae yo, ra sah mangkat Pramuka. Piye?' [hahaha...besok gedenya kaya gw tuh..]

Yang jelas gw seneng banget, bisa buang sebel, badan tambah seksi [halah!] dan dapet hiburan segar, meskipun anak-anak cuma sekitar sejam latihannya [mungkin menuruti nurani dan mau siap-siap berangkat Pramuka]. Kapan-kapan dateng lagi ya....langsung pake seragam Pramuka aja, biar terusan berangkat dari gym...

Thursday, March 09, 2006

Espulso is in the houz...

Oke oke...masih inget proyek yang gw ceritain beberapa minggu lalu? Itu tuh, yang bikin gw harus merelakan malam minggu gw tanpa nonton Idol... Yang bikin gw gak bisa minum banyak-banyak es selama 3 minggu. Yang bikin gw demen Fisherman's Friend. Yang bikin gw harus jaga diri jangan sampe terkena faringitis. Yang bikin gw harus belajar goyang....

Gara-gara kesibukan gw di Anestesi, gw gak sempet kasih tau di blog ini bahwa gw tampil bareng band gw di Lustrum FK tanggal 5 Maret lalu. Alhasil para penggemar setia Simpleshak [ada gitu?] banyak yang gak tau trus akhirnya gak nonton... Ya wis, ini recap-nya...

Semuanya berawal dari satu sms yang gw terima waktu gw masih di Gamping, yang nawarin gw buat jadi vokalis Espulso. Gw sih oke-oke aja, banci mikrofon mana yang nolak kesempatan emas buat berlaga dengan mic. Sempet kaget juga sebenernya, secara Espulso kan salah satu band papan atas FK yang dari taun ke taun penampilannya selalu asyik, dan dalem ati gw kagumin.... Gw baru tau sebabnya pas ketemuan di rumah temen gw, si gitaris, dan nonton video penampilan terakhir Espulso yang waktu itu baru ganti vokalis. Ya oloh makjangg... Permasalahan bukan sekedar pitching yang gak tepat, tapi emang nyanyinya gak sesuai chord. Mana pengantar tiap lagu-nya pake bumbu cinta-cintaan yang gak banget. Padahal selama ini Espulso dikenal cukup ngerock, dengan lagu-lagu Puddle of Mudd, Audioslave, dan band se-genus-nya. Gw pun bertekad, dengan segenap jiwa raga akan berjuang mengemabalikan martabat Espulso [halah halah], meskipun terakhir kali gw tampil sebagai vokalis adalah sekitar 2 tahunan lalu... Itu juga bertiga, jadi saling nutupin...

Pertemuan diawali dengan milih-milih lagu. Mungkin emang udah takdir, di Flashdisk gw bawa lagu-lagu yang baru aja gw pake buat bikin soundtrack drama Kater di Pelantikan Anggota Baru PSM. Dan di folder 'sontrek drama' itu terdapat beberapa lagu yang sebenernya gw banget: That Thing You Do-nya The Wonders, Sublime's Santeria dan Welcome To My Paradise-nya Steven and the Coconuttreez. Entah gimana, anak-anak suka. Sempet coba cari-cari lagu lain, mulai dari Elvis sampe Beatles, gak ada yang memuaskan. Oke! Lagu yang bakal dibawain pun diputusin...

Latihan pun segera dilakukan secara intensif [halah]. Bahkan sehari sebelum hari H kami masih latian ampe jam 12 malem. Gw seneng banget, anak-anak disipilin, on time dan bisa cepet 'nyari-nyari'nya. Ngomong-ngomong, pas seleksi di Zalaza, nilai checklist kami tertinggi dari 11 band, padahal we actually didn't perform the best. Rada kacau malah. Tapi somehow, nilai kami paling tinggi dan kami dapet GILIRAN PERTAMA buat tampil. Sempet ngeri juga harus tampil pertama. Tapi ra papa, ayo berjuang!

Permasalahan timbul saat mengetahui bahwa kemungkinan pas pentas bakal gak ada tamborin, which is selain bikin rama, juga sangat penting bagi gw biar gw gak 'mati gaya' selama interlude-nya Welcome To My Paradise yang jutaan bar itu... Keliling sana-sini, cari studio yang mau pinjemin tamborin. Eh, gak dapet juga. Ya udah, terpaksa atur-atur strategi biar gak ngebosenin.

Hari H pun tiba, gw pilih baju yang paling nyaman dan simpel: kaos putih, jins biru ama sneakers. Paling enggak jauh lebih nyaman dan simpel dari vokalis sebelumnya yang ribet pake jas dan kemeja. Sebelum ke kampus, mampir RS dulu buat periksa pasien. Ampe kampus, masih rame banget. Ada tarik tambang, mobil badut, badut Spongebob bodoh, dan [idih!] campursari. Anak-anak malah pada 'turun', buat naikin adrenalin dulu katanya.
Campur Sari diberesin, alat band di-set. Cek ini, cek itu, akhirnya giliran kami naik. Cukup niat juga, secara anak-anak bawa gitar, bas dan kibor sendiri. Untung gw gak sampe bawa mic sendiri. Keajaiban tiba, sepertinya Tuhan tidak rela anakNya harus keabisan gaya. Kakak kelas gw yang tampil kedua, bawa tamborin! Yeah...akhirnya gw naik berbekal tamborin dan botol Ades yang tinggal separo.

Setelah pembukaan yang sebenernya gak penting, ucapin selamat ultah buat FK dan RS Sardjito, kami langsung menggeber prelude yang dibikin sendiri secara nge-jam. Dan entah kenapa bisa ngangkat banget, langsung dapet feel-nya dan masing udah tau cue masuk-keluar-nya. Oke, langsung lanjut!

Satu persatu lagu dibawain, dan relatif mulus... Surprisingly, gw nggak ngerasa grogi, bahkan ngerasa nyaman banget bisa goyang gak keruan.... [makin mebuktikan bahwa gw mic-o-genic] Turun panggung, menuai pujian di sana-sini, bahkan disambut layaknya pahlawan pulang perang... [halah] Pokoknya puas dan gw seneng bisa kasih liat sisi lain diri gw di kampus, which is mungkin gak semua orang pernah tau sebelumnya. Sayang gw gak bisa lama-lama, karena sorenya masih harus nge-MC Konser Perdana PSMUGM angkatan 35. Belum beli baju pula! Hwaa....

Overall, it's been truly great! I was so lucky to be in the band, maen bareng anak-anak yang oke banget maennya, dan bisa bikin seneng temen-temen gw [yang bahkan dateng khusus buat gw...thanks guys.....]. Alright, kapan-kapan kalo bisa maen lagi, mau ah hehe

dua penyebab kematian


Belum juga dua minggu gw membuang waktu di Bagian Anesetesi dan Reanimasi, gw udah ambil kesimpulan bahwa ada dua hal utama yang bisa menyebabkan kematian pada koas Bagian Anestesi: kebosanan dan kecapekan.

Kebosanan hampir merenggut nyawa gw di minggu pertama, di mana gw harus jaga di Instalasi Rawat Intensive a.k.a ICU a.k.a Intensive Care Unit. tidak seperti album Intensive Care-nya Robbie Williams yang belum juga bikin gue bosen setelah berbulan-bulan, Intensive Care yang ini udah bikin gw bosen di hari kedua. Baru di hari kedua, kami mulai mengada-adakan alasan buat keluar dari ICU di jam kerja. Yang ke perpus lah, yang fotokopi lah, yang kuliah lah, sampai alasan klasik yang ternyata ampuh juga: "Dok, mau ijin makan dulu.." Di hari ketiga gw mulai merasa bahwa langkah kaki gw saat meninggalkan ICU jauh lebih rinagn dibanding saat gw harus kembali.

Untunglah selama seminggu di ICU, cuma sehari gw harus jaga semaleman. Baru beberapa jam aja pantat rasanya gerah, pengen cari sejuk-sejuk. Bahkan Bounce Out dan games Macromedia Flash gak bisa menahan gw untuk tetap di tempat. Abisan bingung banget mau ngapain, secara semua pekerjaan mulai dari yang mulia (masang ventilator, masang infus, ambil sampel darah) sampai yang hina (kosongin kantung urin, anterin sampel ke lab) udah ada masing-masing personel yang ngerjain. Mau tidur, gak ada bed. Tambah bingung lah. Begitu mau siap-siap bobok di kursi jam 12an, ada pasien gaswat! Datang dengan status asmatikus yang bikin dia kesuasahan bernafas. Bahkan di ICU yang dinginnya gak keruan itu, si pasien sampe ngerasa kepansan ampe keringetan gara-gara berusaha bernapas. segala cara dan obat, mulai dari oksigenasi, nebulisasi, bronkhodilator, sampe antiinflamasi gak bisa meredakan sesaknya juga. Akhirnya setelah dikasih sedatif alias penenang si ibu bisa lega trus tidur. Oalah...stress kebanyak pikiran dan panik kali... Lumayan lah, ada kerjaan dikit, meskipun baru bisa bobok jam 2:30 di kursi makan.

Penyebab kematian kedua adalah kelelahan di kamar operasi, secara pekerjaan koas dan residen anestesi bener-bener lengkap mulai dari siapin pasien untuk operasi, ngebius pasiennya, trus 'ngebangunin' lagi setelah operasi. Alhasil koas dan residen anestesi jadi orang-orang yang harus datang paling awal dan pulang paling akhir. Mampus aja deh kalo gak sempet sarapan, secara operating theatres-nya di lantai 4 dan 5, trus kalo mau keluar harus ganti baju, which is sangat ribet.

Kalo operasi pagi sih mending, udah terjadwal dengan baik dan benar, maskipun bisa ampe sore juga kelarnya. Yang kurang manusiawi adalah spoed alias operasi emergensi buat pasien-pasien di UGD. Sekalinya gw jaga UGD, gw harus jalanin 2 operasi emergensi dari jam 11 malem sampe akhirnya cabut duluan jam 5:30 pagi karena harus mandi. Asli, yang ini bener-bener exhausting. Mana gw dengan indahnya gak bobok siang karena bed koas cowo dipake koas cewek kurang ajar. Alhasil muka gw dan dua temen gw udah gak berbentuk lagi. Pertolongan pun harus segera dilakukan. Gw relakan diri repot-repot ganti baju dan keluar RS cuma demi beli kopi... Paginya, beli kopi lagi, secara pas parade pagi gw berulang kali menerima senggolan temen kanan-kiri gw karena ketiduran...

Phew... ya suds... Masih ada dua minggu lagi. Akankah gw bertahan? Yang jelas, hati nurani yang selalu mengingatkan gw untuk tidak terlalu banyak minum kopi sudah mulai menumpul, secara sekarang udah gak mikir lagi berapa banyak kopi yang masuk... Yang penting tetep 'nyala'....