Tuesday, January 08, 2008

Cukup mengejutkan gw bisa tidur pules

Buat gw, dua bulan terakhir di 2007 berlalu seolah dikendalikan Lemony Snicket, yang menuliskan serangkaian kejadian malang. Berawal dari rewelnya Gwen si Laptop yang bikin gw menghabiskan gaji sebulan [tombok, malah] untuk menebusnya di Computa. Dilanjutkan dengan berbagai peristiwa mengoyak hati yang mengisi sebagian besar jurnal perjalanan gw di Flores yang sepanjang 14 halaman kuarto dengan font Arial 10 dan spasi 1. Gw capek menderita. Maka kukatakan dengan indah, bahwa tahun ini ingin gw akhiri dengan indah.

Pulang dari Flores, gw tolak rayuan Bos utuk bekerja selama libur Natal dengan mengatakan mentah-mentah di mukanya, ’Tidak’. Liburan diawali dengan reuni manis 4 orang dokter plus 1 fotografer berotak mesum di Food Fest Jakal dan Kedai Tiga Nyonya Jalan Sudirman. Rencana ruwatan ditunda dulu, secara gw juga bingung musti ngapain. Percayalah, gw belum jadi mandi susu. Kasian sapinya, diperes-peres cuma buat mandi.

Kemudian, layaknya roller coaster, hidup gw kembali ada di bawah. Rencana pulang ke Kandang Pawang terganggu dengan insiden kecil: konjungtivitis di mata kanan yang membuat gw harus menanggalkan lensa kontak selama beberapa hari. Akibatnya, selain harus bayar 50 ribu buat obat, gw harus beli kacamata hari itu juga. Atau terancam batal liburan di kampung. Beruntung, di toko pertama yang gw kunjungi hari itu gw langsung ketemu kacamata yang cocok. Cocok model dan harganya. Padahal sebelum ke Flores gw udah keliling toko optik se-Jogja bersama Penguin, dan pulang tanpa hasil.

Beres urusan mata, gw nikmati Christmas Eve sendiri di Jogja, dan baru pulang besok paginya. Sekotak Dunkin Donut dibawa buat penuhin kulkas di rumah. Nyampe rumah, tidak banyak yang bisa gw lakuin. Makan, tidur, ke gereja, makan lagi, telpon Penguin, tidur lagi. Besoknya juga hampir sama, dan sorenya gw udah balik lagi ke Jogja, secara tanggal 27 udah harus ngantor.

Kantor masih sepi, secara beberapa anggota tim masih ambil libur. Tau gitu gw perpanjang libur juga. Kerja di kantor maupun di klinik biasa aja. Sore dan malam diisi dengan kumpul ama Beruang Kutub yang baru kehilangan 10 kg perutnya di Adonara. Untuk membantu mengembalikan 10 kg, disusunlah acara Malam Taun Baru dengan agenda utama makan dan minum moke.

Seperti taun lalu, rumah gw dipilih jadi venue. Alasannya jelas: tidak ada orang tua. GW pun kerja keras siapin semuanya. Bebenah rumah, siapin snack, beli bahan-bahan buat ngoplos moke, sampai beli Rica B2 dan Cap Jay. Tahun ini kami gak masak sendiri.

Semua persiapan beres, satu persatu temen dateng. Sayang, Maktius Indarto lebih memilih private party ama temen-temen binalnya, dan Ratu Kirik tidak berhasil juga dihubungi. Mungkin lagi bikin resolusi taun baru ama kirik-kiriknya. Malam menghangat, rumah gw makin rame. Biar makin seru, gw bikin punch simpel dengan campurin moke dan Fanta Ijo. Rasanya lumayan seru, dan segera memunculkan efek kepala berat pada Bajuri. Everything felt great, we were as happy as can be.

Mendekati pergantian tahun, Upik Babu merengek-rengek minta nonton kembang api di Tugu. Katanya, mumpung Om Anton belum balik ke Flores. Halah, bilang aja mo kecengin bronding, Pik. Meski awalnya sebagian besar gak setuju, toh akhirnya kami berangkat juga.

Jalanan rame banget, lebih rame dari tahun kemarin. Saking ramenya, kami saling kehilangan jejak dan akhirnya kepisah satu sama lain. Gw dan Penguin sempet keliling ke Diponegoro dan Mangkubumi, sebelum akhirnya memutuskan pulang secara gw yang bawa kunci rumah.

Jalan Magelang masih diramaikan Orkes Melayu Entah-Apa-Gw-Gak-Peduli. Bunyi terompet di sana-sini. Just another New Year’s Eve. Sampai di km 4,3 gw berhenti di tengah jalan. Nyalain lampu belok, tengok kiri kanan dan cari waktu yang tepat buat belok. Secara udah yakin, beloklah gw. Tinggal 2 meter dari pintu gang, saat tiba-tiba dari utara meluncur motor dengan kecepatan tinggi, menghunjam tepat sisi kiri motor gw. Dan semuanya berjalan dalam gerak lambat. Belum juga gw berdiri, tau-tau kedengeran suara gabruk dari belakang kiri dan gw ambruk lagi. Kemudian gabruk lagi dari belakang kanan, dan kedengeran suara Penguin ’Mas! Wis to Mas, ditulungi sik!’ Duh, gw dipukuli layaknya Maling Ayam Pemerkosa Kembang Desa. Untung helm gw gak lepas, dan untunglah mereka bego. Pukulin helm, mana ngefek? Bonyok, bonyok deh tuh tangan. [Belakangan gw tau mereka mabuk. Thank God for Anggur Orang Tua dan Mansion’s House]. Akhirnya, salah satu dari petinju dadakan itu sadar kalo korbannya adalah pengontrak rumah Raja Preman di kampung, dan menghentikan aksi sok heroiknya. Dengan susah payah dan tungkai kiri bersimbah darah gw tepiin motor. Sementara, belasan pemuda tak jelas ikut masuk ke gang sambil bawa motor yang nabrak gw dan membopong sang penabrak yang ternyata seorang Drama Queen. Pake acara syok dan gak sadar dia. Gw raba pantat gw yang rasanya semakin tipis. ’Lho! Dompetku!’, gw berseru. Dan Penguin mengacungkannya dengan manis, ’Nih. Tadi hampir diambil Mas-mas. Untung tak saut sik.’

Setelah urusan yang tidak jelas juntrungannya di tepi gang, gw ajak mereka ke rumah gw aja. Biar rundingan bisa lebih nyaman, si Drama Queen bisa berhenti akting, dan gw bisa cari cara menyetop darah gw yang terus ngucur. Si Drama Queen, yang ternyata bukan pemilik motor, tiduran di sofa. Gw periksa dia sekenanya dan gw bilang ke temen-temennya kalo dia gak papa, kaget doang. Temennya bersikeras bawa dia ke RS, yang langsung gw okein biar ga penuh-penuhin ruang tamu gw. Tapi si Drama Queen menolak dan terus meracau, mulai dari ’Aja nganti Sahanku ngerti’, sampai ’Iki wedokanku piye’. Halah, hari gini kok ya mabuk to, Mas? Buat hentiin darah, gw samber kaos kaki dan lap piring sekenanya, diiketin kenceng-kenceng di tungkai bawah kiri, dan membuat gw seperti pejuang kemerdekaan kena tembak Kumpeni.

Perundingan terus berjalan, meskipun kami jelas-jelas outnumbered dan outsized. Ya iyalah, cuma gw berdua ama Mia. Frodo Baggins and Penguin against the orcs of Middle-earth. We're of different league. Salah satu pemuda yang seemed to be the Alpha Male karena paling tinggi dan paling tua, sok jadi mediator. Namanya juga mewakili kaumnya [and he was drunk as well], jelas perundingan tidak berlangsung imbang. Dengan intimidasi mental dan fisik, the smartest thing I could figure out to say [and later I regret] was ’Oke, Mas. Saya ganti biaya bengkel motor situ, situ bayar biaya motor saya.’ Dengan tawaran yang jelas merugikan gw lahir dan batin itu aja, mereka masih gak terima dan mulai bawa-bawa perikemanusiaan dan solidaritas. Untunglah, temen-temen gw segera datang, dan setidaknya kasih bantuan moral sama gw. Dan akhirnya, empunya rumah gw, the Godfather of Karangwaru himself, datang [and thankfully was sober enough]. Dengan mudah dia usir anak-anak yang gak penting keluar, meninggalkan si sok-fasilitator saja di sofa.

Perundingan pun dilanjutkan, dan terbukalah kenyataan bahwa si penabrak, selain mabuk juga gak punya SIM. Plus, jelas-jelas dia yang ngebut dan nabrak gw. Kalo emang mo dibawa ke polisi, jelas menang gw ke mana-mana. Tapi, kontrak rumah gw masih setengah tahun lebih, dan no one, not even the cops, bisa menjamin keselamatan gw jika akhirnya gw yang menangin kasusnya. Apalagi mengingat belum apa-apa gw udah kena bogem malam ini. Istilah mereka, ’ditangani’ [baca: dikasih tangan, bukan ditangani yang artinya ’manned’]. Akhirnya, dengan posisi tawar yang lebih rendah, kesepakatan dicapai. Gw ganti biaya motor dia, dan sebaliknya. Rundingan untuk tentuin kapan dan di mana mulai baikin motornya dilanjutkan besok sore, nunggu mereka sadar dulu. Yah, terserah. Gw capek. Susah rundingan ama orang gak sadar.

Setelah semua begundal keluar dari rumah gw, luka-luka gw dan Penguin mulai dirawat. Beruntung, ada dokter PTT yang insentifnya 5 juta per bulan, jadi dia bisa rawat luka gw. Sempet gw tawarin buat bersihin luka mas yang punya motor, tapi dia ogah. Malah cuma bingung, diem plonga-plongo dengan muka merasa bersalah di ruang tamu gw. Ya sudah, pulang saja kau, bocah. Gw telpon orang tua gw, kasih laporan. Mereka bilang bakal dateng besok.

Pintu rumah ditutup. Suasana mendadak jauh lebih tenang dan damai. Kami semua masih gak percaya dengan apa yang terjadi. Kami perlu istirahat. Semua ngumpul di ruang TV, nonton Curse of the Golden Flower. Dan akhirnya, semua memutuskan beneran istirahat. Gw tidur di kamar adik, regarding his warning ’Jangan ada yang tidur di kamarku!’, Penguin di kamar gw, Om Anton di Kamar Uwuh, dan Upik Babu, Bajuri dan Lusi klekaran di depan TV. Ajaibnya, gw bisa langsung tidur pules.

No comments: