Friday, April 27, 2007

Jauh-jauh ke Singapore, lagunya Letto juga


Setelah mengurus paspor di tengah kesibukan membimbing K3M dan berjaga klinik, hari H-nya tiba juga. Saya berangkat juga ke Singapura. Not only that it was my first trip abroad, it actually was the very first flight ever for me. Oke, katakan saja saya ndesa. Rapopo, wong emang itulah kenyataannya. Carrie Underwood aja baru pertama terbang pas jadi finalis Idol [cari temen..... hehe].

Penerbangan pertama gw sebenernya bukan ke SIngapore, tapi ke Jakarta dulu, secara harus ikutan Predeparture Discussion dulu di Depkes, Kuningan. Begitu turun di Cengkareng, satu yang gw inget: Rangga dan Cinta.

Gw emang cecunguk kecil. Kalo kemaren temen-temen gw ke Depkes buat ngurus Surat Ijin Praktek dan semacamnya, atau kirim lamaran buat PTT, gw langsung menuju Ruang Rapat Biro Pelayanan Medik Dasar, to see the Director herself, along with pejabat-pejabat dari IDI, Dinas Kesehatan, dan dosen dari berbagai FK. Sempet makan sate ayam pula di Ruang Rapat. Cecunguk sekali saya ini. Di Depkes gw menyadari ketololan pertama: charger laptop dengan indahnya ketinggalan di depan tivi. Bodoh! Bodoh!



Acara di Depkes cuma ampe jam setengah 1 siang, secara musti segera ke Cengkareng lagi. Bayar fiskal, urus imigrasi dan semacamnya, sampe akhirnya tenguk-tenguk di gate E5 bersama seorang Profesor dari UI yang pake tas keren banget [pengen....]. Akhirnya, berangkat!

Sempet tidur di pesawat, sampe akhirnya dibangunin buat makan. Minumnya? Tetep, es kopi. Akhirnya nyampe juga. Mau gak mau gw langsung kerasa kalo gw gak sedang di Indonesia. Lha wong belum mendarat aja udah keliatan bedanya. Dari atas Singapore tampak seperti deskripsi U2: the City of Blinding Lights. Turun di Changi, langsung kerasa njomplang. Cengkareng jadi tampak uwuh.... (apalagi Adi Sucipto) Keluar airport lagi-lagi tertegun dengan tata kota dan kebersihan jalan, juga bagaimana mereka tetap mempertahankan pepohonan meskipun gedung-gedung begitu menjulang. ’We don’t have many land, so we have to build the houses upward, and to make it prettier, we play with structure and architecture,’ Lydia, chaperone kami jelasin. Itulah kenapa bentuk bangunan bertingkat tampak bervariasi dan tak lazim, dengan warna-warna cerah.

Akhirnya rombongan nyampe di Hotel Royale, Newton Road. Takes only 5 minutes by bus to the famous Orchard Road. Dan setelah mengutuk Indosat yang kehilangan sinyal di Gunung Kidul, di Singapore gw bernafas lega. Ada sinyal! Meskipun pake jaringan Starhub. Tapi seenggaknya bisa smsan ama yang di Jogja. Gw baru menyadari ketololan kedua gw: pulsa gw ga nyampe 6000, padahal sekali sms 3000. Alhasil, begitu sms Om Anton pulsa gw abis. Padahal gak bisa diisiin dari Jogja. Bodoh! Bodoh!

Malam dihabiskan dengan mandi dan menonton Idol di tipi kamar, secara mau ngenet di lobi mahal: 7 dolar per jam, yang setara dengan 12 jam berinternet di Jogja. O-i-a, gw sekamar ama dosen IKK dari UI yang sepuluh tahun lebih tua [dan dia masih jauh lebih muda dibanding peserta lain]. Tidur sambil dengerin radio. Jauh-jauh ke Singapore, lagunya Letto juga. Menyebalkan.

Hari pertama selesai. Ishak, pamit.

No comments: