Saturday, December 30, 2006

kembali dari rumah sakit


Ternyata gak enak berada di Rumah Sakit akibat gagal nafas karena menonton FFI 2006. Cuma semalam gw diobservasi di RS dan diijinkan pulang. Sampe rumah, atas nama keobjektifan gw nekat menonton film terbaik Indonesia selama 2006 [menurut juri-juri FFI], Ekskul. Kali ini dengan tangan dan kaki diikat supaya gw gak membahayakan diri gw sendiri selama nonton, dan seorang perawat di sebelah gw. Kalo-kalo gw gagal nafas lagi.

Gw gak pernah sekalipun tertarik nonton Ekskul sebelumnya. Trailernya gak menarik. VJ Ramon ikut main. Dan produser terlalu pede dengan menampilkan tagline ‘20 juta siswa Indonesia menantikan film ini’. Dari mana dapet angka itu ya? Misalnya aja ada 50 juta siswa di Indonesia, berarti 40% siswa Indonesia punya kecerdasan di bawah rata-rata.


Nayato Fio tak ubahnya Raja Midas dalam perfilman Indonesia. Bedanya, kalau semua yang disentuh Raja Midas berubah jadi emas, semua film yang digarap Nayato berubah jadi horror. Beberapa menit gw nonton, gw langsung terserang vertigo. Ada beberapa penyebabnya. Pertama, angle kamera yang selalu berubah. Sepertinya kamera tidak pernah diam di satu tempat barang sedetik. Kedua, scenario yang begitu luar biasa karena bisa bikin gw bingung milih muntah atau boker duluan. Ketiga, acting para pemain yang tidak lebih baik dari pemain sinetron Multi Vision Plus, termasuk Ramon sebaiknya-mentok-di-Salam-Dangdut-aja Tungka yang masuk nominasi Aktor Terbaik FFi 2006. Meskipun di Ekskul dia maen total, tapi aktingnya di Catatan Akhir Sekolah was much less annoying. Mungkin karena jatah ngomongnya waktu itu gak begitu banyak.

Gw jadi heran dengan kebegoan karakter Joshua.
Kalo orangtua gw perlakuin gw kaya gitu, gw udah minggat dari lama.
Kalo temen-temen gw begitu tega ngegantung gw di gerbang dan masukin kepala gw ke kloset sekolah, gw pasti pindah sekolah.
Kalo psikiater gw begitu offensive, mending gw cari psikiater lain.
Kalo kepala sekolah gw begitu jutek dan gak jelas, gw pasti kerahkan siswa buat demo minta ganti kepala sekolah.
Herannya, secupu dan sebego itu, Joshua masih bisa dapetin cewek paling popular di sekolah.
Tapi kembali lagi kepada pernyataan gw tadi, scenario film ini emang ajaib.

Gw sempat mengalami patah hati saat adegan Joshua bercinta dengan si cewek tiba-tiba mengalun intro lagu yang gw kenal banget. Brand New Day, Ten2Five! Imel and the guys, how dare you do this to me? Kenapa kalian kasih lagu kalian buat film selevel ini? Padahal gw sudah susun rencana indah untuk meminta seseorang nyanyiin lagu ini di pernikahan gw. Catchy lines ‘we’ll have our children named Jeremy and Felicia, we’ll have a beautiful house with a bench and apple tree’ pun batal terdengar di pernikahan gw. Duh, musti cari lagu lain.

Film diakhiri dengan bunuh dirinya Joshua [kenapa gak dari tadi Josh?], pesan tertulis yang gak penting dan sok semuci [minjem istilah Matius Indarto]. Tapi, mungkin justru pesan moral ini yang bikin juri-juri FFI begitu tersihir dan memilih Ekskul sebagai pemenangnya. ‘Kami memilih film yang bisa memberikan pesan moral sesuai dengan yang dibutuhkan bangsa ini’, begitu alasan mereka. Oke, kalau begitu Film Terbaik 2007 adalah film documenter tentang Maria Eva ‘Mendadak Drama Queen Infotainment’ Ekskul diakhiri dengan soundtrack film Indonesia paling mencengangkan sepanjang masa: ‘Oh ibu dan ayah selamat pagi, kupergi belajar sampai siang nanti..’

Well pada akhirnya, tagline ‘20 juta siswa Indonesia menantikan film ini’ mungkin harus dikoreksi menjadi ‘20 juta penikmat film Indonesia menuntut ganti rugi untuk ongkos tiket bioskop atau beli/sewa VCD dan waktu 90 menit yang terbuang buat nonton film ini’. Bahkan [kata temen gw] Didi Petet, Slamet Rahardjo, dkk pun tidak bertepuk tangan atas kemenangan film ini di FFI.

Gw jadi menyusun beberapa kecurigaan kenapa film ini bisa menang FFI.
1. Nayato Fio mungkin berasal dari Riau. Kan katanya FFI taun depan ada di Riau, jadi biar orang-orang Riau bangga gituh.
2. Produser film menyogok juri-juri. Mungkin Tante Yenni Rahman masih perlu duit buat keluarin adeknya dari tahanan.
3. Nayato Fio mengancam akan membuat lebih banyak lagi film serupa kalo Ekskul gak dimenangin. Supaya perfilman Indonesia tidak makin ternoda, juri pun mengabulkan permintaannya.

Sepertinya memang ada konspirasi. Berbagi Suami memang sengaja gak dimasukin di nominasi Film Terbaik karena akan tampak sangat lucu kalo film kelas internasional yang baru aja masuk screening Academy Award 2007 dikalahkan oleh film kelas rendah ini. Nayato Fio juga mungkin udah tahu bakal menang, jadi daripada dihadang di perjalanan pulang oleh para penikmat film Indonesia, dia memilih gak dateng.
Yah, hasil akhir sudah diputuskan. Dan mungkin 20 juta insan dan penikmat film Indonesia berencana memboikot FFI 2007.

Sebagai perbandingan gw tonton film bikinan Gus Van Sant, Elephant. Mungkin Nayato banyak diinspirasi film ini. Di Elephant kamera selalu ngikutin cast, tapi jauh lebih tidak mengganggu dari Ekskul. Gaya ceritanya juga flashback maju-mundur. Dan inti ceritanya sama, siswa pecundang bawa senapan ke sekolah buat balas dendam. Tapi hasil akhirnya jauh beda.

Gw tonton juga Ruang. Nonton Ruang bisa kasih sedikit kesejukan setelah menahan emosi yang meluap untuk mengumpat selama nonton Ekskul. Gambarnya keren, meskipun gw gak pernah suka film dengan cerita cinta-cintaan semata. Bosan. Yang mengganggu paling cuma gaya ngomong Luna Maya dan DJ Winky yang puluhan tahun lebih maju daripada setting film, dan alur cerita yang sangat lamban. Yah, meskipun bukan Berbagi Suami, Opera Jawa atau Denias, seenggaknya gw lebih setuju kalo Ruang yang jadi Film Terbaik. Daripada Ekskul.

No comments: