Friday, June 23, 2006

Pulang ke Hatimu


Momen terindah setiap kali gw pergi ke Banyumas adalah saat tiba waktunya pulang. Balik ke rumah, ke karpet gw, ke kamar mandi gw, ke koleksi mp3 gw dan ke temen-temen gw.
Kali ini, untuk melengkapi ke-mellow-an ultah dan karena memang kehabisan tempat, gw batal balik bareng mobil temen dan harus pulang sendiri dengan bus.

As always, belum juga setengah jam berkendara gw udah terlelap. Apalagi semalam abis-abisan di kafe ampe jam 2. Balas dendam!! Sayangnya begitu lewat Kutoarjo nafsu tidur gw lenyap, dan sepanjang perjalanan sampe Jogja gw melek semelek-meleknya. Secara bingung mau ngapain, mending bertransformasi sementara menjadi Simon Cowell dan mengomentari musisi-musisi jalanan.

1. Pengamen gak jelas, naik di sekitar Bagelen dengan ucapan ‘Ya perkenalkan, saya salah satu artis AFI yang tidak pernah masuk tipi karena saya lebih sering masuk angin.’ Opening yang luar biasa [memalukan]. Sayang tidak diimbangi dengan pemilihan lagu yang mendukung. Kenapa oh kenapa, kamu harus jadi Pasya-wannabe dan menyanyikan lagu Ungu yang entah apa judulnya? Tapi gak papa, kamu lebih bagus dari Pasya! [penilaian objektif bercampur sentiment pribadi]. Closurenya juga memikat, ‘Ya sekian tampilan dari saya karena sebentar lagi TPI akan menayangkan Uka-Uka. Satu pesan yang tidak nyambung dari saya, kalau anda batuk jangan makan makanan berminyak seperti kompor minyak, lempu senthir dan petromaks’ Wekekek, gw suka gaya lo! Here goes seribu rupiah for you.

2. Musisi berikutnya tampil berdua, cowok-cewek. Entah kenapa, meskipun dengan berat badan berlebih dan kaos seadanya, si cewek memancarkan aura ‘gw-bisa-nyanyi’ yang begitu kuat. Dan memang dibuktikan dengan lagu pertama,’Dia’. Dia bernyanyi dengan kualitas jauh di atas akademia AFI. Lagu kedua “Pilihlah Aku’, dan lagu ketiga ‘Karena Cinta’ melantun mulus, dengan goyangan dan ekspresi yang tepat guna. Sebagai pungkasan, mereka berduet membawakan sebuah lagu campursari, yang karena keterbatasan pengetahuan gw dalam dunia campursari gw gak tau judulnya. Dengan penampilan yang memikat, empat lagu pula, mereka berhasil membuat gw merogoh dompet dan menyodorkan selembar lima ribuan. Congratz!

Rasanya mulut masih ingin mengomentari musisi-musisi jalan, tapi sayangnya gw keburu sampe Gamping dan harus turun.

Turun dari bus, menarik nafas dalam-dalam. Udara Jogja pertama yang gw hirup dalam 2 minggu, meskipun bercampur asap bus jurusan Solo-Purwokerto. Sembari nunggu jemputan gw kulum-jilat-kulum sebatang Indoeskrim Meiji Legian. Nikmatnya…

Jemputan datang, pulang. Selesai mandi, memuaskan rindu pada kota Jogja: rental buku, Rumah Makan Padang dan ke warnet. Thank God I’m home….

Ngomong-ngomong soal being at home, gw teringat dengan seorang pasien di Banyumas. Laki-laki 65 tahun, tunawisma, penderita skizofrenia dan dirawat dengan kelemahan anggota gerak tubuh akibat stroke. Dia ditempatin di ruang isolasi, jauh dari pasien lain dan hanya ditengok beberapa kali dalam sehari oleh dokter, perawat, juru gizi dan petugas kebersihan. Setelah selesai dirawat, perawat kebingungan. Mau dipulangkan kemana? Dipindah ke Bagian Jiwa, dikirim ke panti jompo, atau dikembalikan ke habitat asalnya: jalanan? Gw dan seorang rekan Malaysia sempet ngobrolin pasien ini dan we called him ‘the homeless one’.

Satu hal yang sempat mengganggu gw adalah, kenapa bule-bule menyebut tunawisma dengan homeless. Padahal the word home means more than a building, tapi lebih ke a place of warmth and comfort, a place to find shelter and a place to come home to. Gw pernah rasain tinggal di rumah yang lebih dari nyaman secara fisik, tapi gw ga betah berlama-lama di dalamnya dan memilih lebih banyak di luar rumah.

Sampe gw balik Jogja belum jelas ke mana akhirnya si pasien dipulangkan. Bisa jadi si pasien lebih merasa at home di jalanan daripada di tempat penampungan atau panti jompo. Siapa tahu? Well after all, home is where the heart is, so follow your heart. Mari sama-sama kita nyanyikan satu lagu dari film 9 Naga, Shera- Pulang ke Hatimu dengan birama ¾…

No comments: