Monday, March 20, 2006
Banyumas: Mission Impossible?
'Tugas Anda selanjutnya yang harus anda lakukan adalah berkendara 200 km ke arah Barat. Perjalanan yang panjang, asrama yang panas, intubasi tube endotrakheal dan kanulasi intravena adalah tantangan yang harus Anda hadapi selama seminggu di sana. O ya, jangan lupakan Musuh#1 yang dengan kebengisannya tega menendang Anda kembali ke sini, dan Musuh#2 dengan jurusnya yang dapat membuat Anda terlelap tanpa daya. Anda mengerti? Laksanakan!’
Bah! Mas Ari, Sekretaris bedebah Bagian Ilmu Anestesi dan Reanimasi, memberikan misi baru bagiku. Padahal jauh-jauh hari gw udah berdoa -tanpa puasa biar gak dikirim ke Banyumas di stase ini, tapi ternyata takdir mengharuskan gw kembali ke sana. Cuma berdua pula. Bah! Bah! Langsung terngiang hikayat koas-koas Anestesi yang konon harus bertahan selama 7 hari terhadap tempaan hujan badai dari mulut dr Rudy SpAn dan para perawatnya, bahkan beberapa ‘dengan berat hati’ harus dikirim kembali ke Jogja. [baca: dipulangkan]. Gw jadi bingung, mana yang harus gw lakukan sekarang, bertapa semedi di gua untuk membekali diri sebelum berangkat ke sana, atau melabuhkan sesajian di Pantai Selatan untuk membuang sial?
Persiapan pun dilakukan. Bagasi disiapkan: 6 kemeja, 6 kaus, 2 celana panjang, 1 celana ¾, 2 pasang sepatu, 2 pasang sandal, perlengkapan ketampanan, buku-buku anestesi yang gak penting-penting amat dan buku Allison Pearson ‘I Don’t Know How She Does It’ yang jauuuh lebih penting, serta tidak lupa 59 sachet kopi instant [heh?]. Perbekalan yang luar biasa banyak bagi kebanyakan orang, tapi tidak bagi model lokal sepertiku [halah!].
Hari H pun tiba. Sebelum berangkat, gw keliling Jogja sambil mengucapkan selamat tinggal terhadap hal-hal yang gak bakal gw temuin di Banyumas. Puas-puasin online, dan ketika tiba waktu berangkat gw pergi sambil menciumi CPU, monitor dan mbak operator Warnet Garage. Selamat tinggal…. Relakan pahlawanmu pergi ke medan peperangan.
Gw berangkat dari Kutoarjo, dengan peluk cium bo-nyok… Di pengkolan, gw cegat bus jurusan Purwokerto pertama yang lewat. Firasatku menyatakan adanya hal yang kurang beres… Benar! Bus yang tanmpak sepi dari luar ternyata sepenuh kaleng sarden di dalam. Kebanyakan penumpang adalah taruna-taruna dengan bentuk kepala lucu dan celana yang tampak terlalu sesak di bagian bokong. Duh! Pupus sudah harapan untuk mengisi perjalanan dengan tidur. Emangnya mau jadi Tarzan ketiduran, tidur sambil bergelayutan? Asa tercipta begitu mengetahui bahwa taruna-taruna penghabis kuota kursi ini bakal turun di Gombong. Tapi, begitu lewat Prembun, whe ladalah! Belasan taruna lagi naik ke bus! Waduh…. Makin sesak napas, makin ngantuk dan makin berkeringat… [tapi tetap tampan]
Akhirnya, pucuk dicinta Mariana Renata pun tiba, seorang penumpang turun dan secara ajaib seorang taruna menyuruhku duduk. Mungkin dia tidak tega menyaksikan seorang pemuda tampan calon supermodel kelas dunia harus bergelantungan bagai simpanse sambil menahan kantuk. Belum lima menit setelah duduk, gw sudah jatuh tertidur.
Begitu bangun….. Gyaaa! Udah lewat Buntu! Bakal segera turun nih, Bersiap, bersiap!!
Akhirnya sampai juga setelah mengorbankan 13000 rupiyah, 2 liter keringat dan 160.000 ATP [ngaco!]. Gw pun segera melepas lelah sambil melepas rindu dengan rekan-rekan koas di asrama. Jangan khawatir, kami gak sampai melepas baju kok. Seems like the battle had been won, but no! It only had begun… Gw harus menghitung hari sampai misi yang rasanya tak mungkin dilakukan ini berakhir.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment