Friday, December 14, 2007

Mending gw jadi gigolo daripada MLM


Ini film udah long-awaited banget! Sejak baca liputan pembuatannya di TV Guide sambil duduk-duduk di kamar hotel, gw udah punya insting ini bukan film biasa. Insting gw bener, filmnya sinting!

Dua kali gw dan Penguin sambangin 21 dan pulang dengan langkah gontai seperti pesepakbola Indonesia yang gagal masuk semifinal Sea Games. Kami gak kebagian tiket. Secara gitu, udah hampir dua minggu tayang, tetep aja sold out. Sia-sia kami beli Coke ama Veetos. Akhirnya diputuskan, seseorang harus beli tiketnya di siang hari buat nonton malemnya. Secara Penguin lebih bisa disebut pengangguran daripada gw [hehe], dengan legawa dia melangkahkan kaki Penguinnya ke lantai 3 Amplaz sendirian [ow… mengharukan]. Setelah mendaki bermeter-meter dan berusaha beradaptasi dengan iklim tropis Ambarrukmo, Penguin berhasil dapet 4 tiket. Buat dia dan Pawang, juga buat calon Penguin ipar dan suaminya. Barulah kami nonton.

Gw udah baca di website kalo ini film niat buat lucu-lucuan doang. Lucu yang absurd, satire, dan ‘hitam’ [halah]. Intinya, pengen ngajak penonton ketawa, tanpa peduli ceritanya logis atau gak. Yah, kaya Agnes Monica, nonton film juga kadang Tak Ada Logika.

Cerita
Adalah Jojo, pemuda malang, objek penderita abadi, yang meskipun uripe mesakke tenan tapi kata Dimas Jay ‘Mukanya ngeseks abis…’ Setelah mencoba peruntungan berkarir di beberapa sektor pekerjaan, Jojo jadi tukang tambal ban yang punya signature style tambalan ban berbentuk bunga. Flower generation, katanya. Sampai akhirnya, datanglah seorang ‘Pemburu’ bernama Mudakir yang tawarin dia kerjaan yang prospektif.

Singkat cerita, Jojo bergabung di agensi gigolo berkedok usaha pizza dengan nama Quickie Express. Kalo dipikir-pikir sebenernya bukan kedok juga, secara nama aja udah Quickie. Sebelum kerja, Jojo digembleng dulu di training centernya Quickie Express. Di sini, Jojo kenalan ama temen-temen seangkatannya, Piktor [yang tampangnya emang Pikiran Kotor banget] ama Marley. Trainingnya ngapain aja? Banyak! Mulai dari pendidikan seks, sampai nari-nari pake tiang. Seragam orange ketatnya gak nguatin, bo!

Setelah dinyatakan siap, mereka dipajang di Ruang Display, dan mulai jalanin profesi barunya sebagai penjaja nikmat alias jualan burung [hasyah]. Berhasil bikin klien-klien puas, akhirnya mereka bertiga ‘naik kelas’ jadi gigolo kelas atas. Hi-class male escort, ceritanya.

Idup mereka berubah jadi luar biasa enak, sampe bisa piara piranha di kamar mandi [yang membawa Marley pada bencana terbesar dalam idupnya]. Hidup hura-hura damai sejahtera, hingga akhirnya Jojo naksir ama seorang mahasiswi kedokteran yang utopis. Jelas utopis, lha wong koas kok di Erha Clinic. Enak bener, Mbak? Ternyata eh ternyata, ini cewek adalah anak dari tante-tante pelanggan Jojo, dan akhirnya Jojo terlibat masalah kompleks yang gak seru kalo gw beber semua di sini. Yang jelas endingnya gak bisa dipercaya. Twist abis!

Casts
Pemain dan cameonya muka-muka lama Kalyana Shira: Tora Sudiro, Lukman Sardi, Aming, Tio Pakusadewo, Ria Irawan, Ira Maya Sopha, Melissa Karim [uhuy!] ama Reuben Elishama.
Ngeliat Tora Sudiro, ada dua yang berkesan. Pertama, rambut mulletnya yang ingetin gw ama seseorang. Gw.Yes, back in the dark old days, I once had a mullet. Kedua, the big bulging dick yang bikin gw penasaran, ‘Itu disumpel pake apaaaa???’ Meskipun aktingnya gak mencengangkan, Tora cukup bisa bikin penonton bersimpati atas hidup nista nestapanya. Mukanya bisa sekaligus memelas dan memesum, Ngomong-ngomong, suara Tora makin lama kok makin mirip alm. pelawak Gepeng, juga penjual donat keliling di deket rumah gw tiap pagi. ‘Donat, donat….’
Aming, yang mukanya emang udah merupakan terjemahan kata ‘penderitaan’, jadi makin ngenes lagi di sini. Lukman Sardi bukan lagi supir bajaj penggemar La Tahzan, tapi balik mesum lagi [dan emang lebih cocok hehe]. Sandra Dewi? Hmm… Lumayan, buat ganti boorwater. Tapi aktingnya standar, dan mukanya kadang malah terlalu manis, gak bikin penasaran lagi [heh?!!]. Akting menakjubkan justru ditampilkan Ira Maya Sopha, Tio something yang jadi Pemburu, dan the dynamic duo: Tio Pakusadewo dan Rudy Wowor. Ini yang namanya outstanding, ngangkat, dan AJAIB! Cameonya? Melissa jadi dominatrix, Reuben cuma keluar ga penting di akhir film, dan Ria Irawan seperti bermain sebagai dirinya sendiri.

Lagu.
Mereka pake lagu-lagu band-band Indie Aksara Records, kayak Sore dan White Shoes. Tapi yang paling nampol, punya The Squirts. Lagu yang gila….

Favourite Quotes:
‘Mending gw jadi gigolo daripada MLM.’
‘Yah.... Sedih deh…’

Kesimpulan:
Cuma beberapa film Indonesia yang layak mendapatkan tepuk tangan waktu selesai. Quickie Express salah satunya. Bahkan selama credit title penonton masih dibikin cekakakan, Joko Anwar, tumben skenarionya dahsyat. Artistik, sinematografi dan lainnya, beres dah. 80s abis. Kayaknya bakal merajalela di MTV MIMA tahun depan

Alih-alih sebagai tribute buat Warkop, menurut gw film ini malah masuk genre yang beda. Tanpa adegan kejatuhan buah kelapa dan wanita-wanita berdada kelapa, film ini menghadirkan excitement dan pengalaman yang jelas beda dengan film-film Warkop. Yang jelas, ini film Rated R! Jangan coba-coba ajak calon mertua nonton film ini kalo gak pengen dipecat jadi menantu.
Terakhir, buat Dimas Jay, gw rela lo kawin ama Shanty. Man, you rock!

1 comment:

Paulus said...

emang penquin mau dimadu ?
hehe :p