
Setelah dipikir-pikir, taun ini ternyata banyak juga film Indonesia kelas berat. Kalo tahun lalu kita cuma punya Berbagi Suami dan Denias (Opera Jawa ga keitung, secara ga diputer komersil), tahun ini kita udah punya Long Road to Heaven, Naga Bonar jadi 2, Kala (yang sekonyol apapun ceritanya, penggarapannya ciamik), dan sekarang: The Photograph.
Gw bilang ama Penguin, ‘Ini wajib tonton nih! Secara, sutradaranya Nan T Achnas. Kata posternya, dibikin selama 9 tahun. Settingnya di Semarang, kaya Kala. Dan yang jelas, yang maen SHANTYYYYY!!!’ Denger kata terakhir Penguin langsung nurut, daripada gw bunuh diri karena batal nonton film ini.
Oke. Pergilah kami. Sebelumnya, makan Coto Makassar di Jalan Melati Wetan yang bikin kami sama-sama misuh. Sejak kapan orang jualan Coto Makassar, kupatnya prabayar? Secara 3 kupat dimasukin dalam paket Coto, abis gak abis bayarnya sama, 7500. Hiiiih!! Dasar, kerasukan Setan Oportunis. Mana rasanya kalah ama yang Jalan Krasak lagi. Gak lagi-lagi deh makan di sana.
Film dijadwalkan maen 19.45. Kami jalan melenggang kangkung dari parkiran, beli tiketnya 19.40, trus pake acara gantian pipis, dan duduk-duduk secara masih sepi. Tapi curiga juga, secara mbak penjaga pintunya bolak balik liatin kami, dan dari dalam teater bukan lagu-lagu Ungu yang kedengeran, tapi adegan wanita menangis. Kami pun nanya, ’Udah mulai ya, Mbak?’ ’Udah, Mas!’ Kunyuk. Dua kali misuh malam ini. Semoga filmnya gak bikin misuh.
Gw bilang ama Penguin, ‘Ini wajib tonton nih! Secara, sutradaranya Nan T Achnas. Kata posternya, dibikin selama 9 tahun. Settingnya di Semarang, kaya Kala. Dan yang jelas, yang maen SHANTYYYYY!!!’ Denger kata terakhir Penguin langsung nurut, daripada gw bunuh diri karena batal nonton film ini.
Oke. Pergilah kami. Sebelumnya, makan Coto Makassar di Jalan Melati Wetan yang bikin kami sama-sama misuh. Sejak kapan orang jualan Coto Makassar, kupatnya prabayar? Secara 3 kupat dimasukin dalam paket Coto, abis gak abis bayarnya sama, 7500. Hiiiih!! Dasar, kerasukan Setan Oportunis. Mana rasanya kalah ama yang Jalan Krasak lagi. Gak lagi-lagi deh makan di sana.
Film dijadwalkan maen 19.45. Kami jalan melenggang kangkung dari parkiran, beli tiketnya 19.40, trus pake acara gantian pipis, dan duduk-duduk secara masih sepi. Tapi curiga juga, secara mbak penjaga pintunya bolak balik liatin kami, dan dari dalam teater bukan lagu-lagu Ungu yang kedengeran, tapi adegan wanita menangis. Kami pun nanya, ’Udah mulai ya, Mbak?’ ’Udah, Mas!’ Kunyuk. Dua kali misuh malam ini. Semoga filmnya gak bikin misuh.


Gambar-gambar yang ditampilkan cantik banget. Terlalu cantik malah, dan jadi kurang realistis. Tapi beneran, bahkan gambar debu dan gerombolan kecoa di kamar Vita bisa keliatan cantik. Ceritanya sebenernya biasa aja, tapi penggarapan dan aktingnya yang bikin filmnya dalem. Emosi dan suasana muncul kuat banget, bahkan di saat kedua karakter utama tidak berdialog alias diam. Music score Wong Aksan keren! Nancep. Beberapa adegan tampak luar biasa, seperti waktu Pak Johan ngambil foto jazad anak istri Pak Johan yang termutilasi akibat dilindas kereta api. Beberapa adegan lain tampak sedikit maksa dan gak ada pentingnya, seperti proses audisi pelamar magang fotografer. Film diakhiri dengan sesi foto terakhir Pak Johan dan Vita, dan adegan Vita buang abu Pak Johan yang, again, emosional.

PS: (lagi) Shanty, makin cintaahhh!! (lagi) Nguin, jangan cemburu!
1 comment:
sapa ya yang cemburu??? shanty ini...
postingnya dah lama tapi aku bacanya baru sekarang..telat banget ya?? he6x...makhlum, orang sibuk...
-mickey-
Post a Comment