Wednesday, March 16, 2005

beauty is only skin deep

The first time i heard the saying was when i was playing Hangaroo. And it crushed my head again few weeks ago when i was at Bagian Ilmu Kedokteran Kehakiman (Forensic Medicine) of RS dr. Sardjito.

Waktu itu sekitar jam 7.30, aku baru keluar dari kamar mandi ketika seorang temen kirim sms. "Ada otopsi jam 8". Oke! Langsung aja aku cabut setelah siap-siap.
Kuparkir motorku di halaman depan Bagian IKK dan secara refleks aku langsung nutup idung. Gosh! So stink... Jadi heran, jenazah macam apa yang bakal diotopsi.
Aku pun masuk ke ruang otopsi dan belum semenit, aku sudah ada di luar lagi. "Masker! Masker! Kopi kopi!", teriakku panik, mencari sesuatu untuk mengurangi bau yang menusuk.
Setelah bersenjata lengkap (masker+kopi dan sarung tangan) dan menarik napas, kumantapkan diri masuk ke ruang otopsi.

I was so surprised to see the body. Korban adalah seorang wanita, found dead at her house where she lives alone. Secara diperkirakan sudah meninggal sekitar seminggu, jenazah sudah mulai membusuk. The whole body was rotten. Kulitnya sudah hijau di mana-mana. Tungkai, lengan dan perutnya sudah menggelembung. Her eyes have turned green. Dan, secara Fear Factor, ada belatung di seluruh tubuhnya, terutama di mulut (atas dan bawah :p)
I wondered if the family could recognize her in a glance.

At that moment, this saying came up to my mind. Beauty is only skin deep. Kecantikan cuma sebatas kulit. Seperti apapun penampilan kita, secakep Omas atau sejelek Dian Sastro :p, we're all gonna be the same someday. Busuk. Dan kembali jadi tanah. Makanya we'd better be more focused to be good that the inner beauty would come out. Supaya when we're dead, and turned into soil, ada sesuatu yang tertinggal bagi orang-orang sekitar kita. It could be the love that we've shared, karya-karya kita, our saying that meant a lot to them, anything. I'm sure that none of us pengen untuk segera dilupakan orang setelah meninggal.

Oke oke...tapi apakah that means that we don't have to do our body good? Don't think so. Shall we stop wearing make-ups and treatment and cuma mengandalkan kecantikan hati kita? Hmmm.. Shall we quit working out for a six-packed abs and start only building our characters? Guess not. Come on, this is millenium 3 and appearance plays a great role everywhere. At work, at school, at TV, anywhere.
I'm not a metrosexual. (I scored only 33 out of 50 on a "How metrosexual are you?" test :p)
I don't do mani-pedicure. Have never done a creambath di salon (di rumah sih sering hehe). Gak pernah facial, spa, or such things. But i know what my body needs. Paling gak i don't wanna look kucel. Apalagi dengan takdirku untuk jadi dokter satu setengah tahun lagi. Bisa lari pasien gua kalo dandanan gue kaya kuli pasar.

Oke. So what was it all about? I'm trying to say that both inner and outer beauty are important. Harus seimbang. Aku gak mau ended up to be pria-bertampang-cakep-tak-berotak-dan-berhati-kejam. Tapi juga gak mau jadi manusia-berhati-menawan-tampang-gelandangan [ntar gak ada yang ngecengin heheh]. Pengennya sih bisa dapet dua-duanya, keren tampangnya, cakepan lagi hatinya. [maruk, mas!] Oke, let's fight for this....

[previously published at Buku Curhat PSMUGM, yang berwarna ungu dan sudah habis itu...]

No comments: